JAKARTA - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum (Kemenkum), Widodo, menegaskan penguatan data pemilik manfaat akhir atau Beneficial Ownership (BO) menjadi kunci untuk mencegah tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme.
Ia menyebut pengawasan dan verifikasi BO berperan langsung dalam membatasi ruang gerak pihak yang mencoba menyembunyikan aset atau identitas melalui korporasi.
Widodo menjelaskan, Indonesia terus memperkuat komitmen terhadap berbagai standar internasional. Ini termasuk menerapkan rekomendasi Financial Action Task Force (FATF).
"Tentu kita sebagai salah satu negara yang berkomitmen untuk melakukan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, kemudian penanganan tindak pidana terorisme, dan yang lainnya," ujarnya saat ditemui dalam iNews Media Group Campus Connect di Universitas Tarumanegara, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Ia mengatakan salah satu celah yang sering dimanfaatkan pelaku kejahatan finansial berada di dalam struktur korporasi.
Menurutnya, praktik penggunaan nominee BO atau pemilik manfaat palsu terjadi karena lemahnya sistem identifikasi.
Ia menekankan bahwa pemerintah berupaya menutup ruang gerak untuk praktik manipulasi identitas pemilik manfaat akhir.
Langkah ini diambil terutama pada korporasi yang sebelumnya tidak mengungkapkan BO secara jelas.
Sistem baru yang dikembangkan melalui mekanisme verifikasi, ujarnya, dapat membuat data BO lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
"Selama ini mungkin banyak pemilik saham nominee, yang tidak jelas, atau kemudian ada juga pemilik manfaat atau Beneficial Owner-nya yang tercatat tapi bukan dia yang sesungguhnya," ujarnya.