Tanpa audit kebijakan dan tanpa pertanggungjawaban negara atas wilayah yang gagal dijaganya, hukuman hanya menjadi ritual pasca-bencana—menenangkan publik tanpa menyelesaikan persoalan. Lebih buruk lagi, pendekatan yang terlalu mengandalkan sanksi menciptakan iklim ketakutan dan defensif. Pelaku usaha enggan melapor, masyarakat enggan terlibat, dan negara kehilangan mitra penting dalam pengelolaan lingkungan.
Penegakan hukum lingkungan yang dewasa seharusnya mengukur keberhasilan bukan dari jumlah tersangka, melainkan dari berkurangnya risiko dan dampak bencana. Ini menuntut perubahan paradigma: dari menghukum aktor hilir menuju mengoreksi desain kebijakan hulu—termasuk keberanian menuntut pertanggungjawaban negara atas kegagalannya sendiri.
Negara hukum yang matang bukan negara yang paling cepat menghukum, tetapi negara yang paling berani mengevaluasi dirinya sendiri. Tanpa keberanian itu, hukum akan terus kehilangan arah—dan keadilan akan selalu datang terlambat bagi para korban.
Guru Besar Ekonomi Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB)
Prof. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, M.Sc.
(Fahmi Firdaus )