PEKANBARU – Kepolisian Daerah Riau melaporkan sepanjang 2025 angka kriminalitas turun hingga 17 persen. Pada tahun yang sama, Polda Riau juga berhasil menyita narkotika senilai Rp900 miliar.
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menyampaikan, sepanjang 2025 jumlah tindak pidana tercatat sebanyak 11.651 perkara. Angka tersebut turun 2.548 perkara atau 17 persen dibandingkan 2024 yang mencapai 14.199 perkara.
Sementara itu, tingkat penyelesaian perkara justru mengalami peningkatan signifikan. Dari total perkara yang ditangani, 9.398 perkara atau 81 persen berhasil diselesaikan, naik dari capaian tahun sebelumnya yang berada di angka 70 persen.
“Penurunan kejahatan dan peningkatan penyelesaian perkara ini mencerminkan konsistensi kerja personel serta kepercayaan publik yang terus kami jaga,” kata Herry.
Pada periode yang sama, Polda Riau mencatat ada 2.487 perkara narkoba, dengan 3.618 tersangka diamankan. Total nilai barang bukti narkotika yang disita mencapai sekitar Rp892,8 miliar, yang diperkirakan telah menyelamatkan lebih dari 4,5 juta jiwa dari ancaman narkoba.
Barang bukti tersebut antara lain 808,88 kilogram sabu, 258.565 butir ekstasi, 76,39 kilogram ganja, hingga heroin dan ketamin.
“Ini bukan sekadar angka. Di balik setiap pengungkapan ada generasi yang kita selamatkan,” ujarnya.
Polda Riau juga berhasil mengungkap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jaringan narkotika internasional dengan estimasi aset mencapai Rp15,26 miliar.
Selain itu, sepanjang 2025 Polda Riau menangani 22 perkara tindak pidana korupsi, dengan 18 perkara atau 81 persen berhasil diselesaikan.
Nilai asset recovery mengalami lonjakan signifikan. Dari total kerugian negara sebesar Rp23,47 miliar, Polda Riau berhasil memulihkan aset sebesar Rp16,67 miliar, atau setara 71 persen, meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kami ingin penegakan hukum korupsi berdampak nyata, bukan hanya menghukum pelaku tetapi juga mengembalikan kerugian negara,” ucapnya.
Kapolda Riau juga menempatkan penertiban Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) sebagai salah satu prioritas strategis 2025, mengingat dampaknya yang luas terhadap kerusakan lingkungan dan konflik sosial.
Sepanjang Januari hingga Desember 2025, Polda Riau mengungkap 17 tindak pidana PETI dengan 35 tersangka.
Selain penindakan, aparat juga melakukan 136 kegiatan pemusnahan, meliputi 772 rakit tambang, 1 boks pengolahan, serta 1 kamp pekerja.
Meski demikian, Kapolda menekankan pendekatan PETI tidak semata represif. Upaya preventif dilakukan melalui kampanye lingkungan, kolaborasi tokoh adat dan agama, pemasangan 10 plang PETI di titik rawan Sungai Kuantan, serta pendekatan edukatif kepada masyarakat.
“Kami mengedepankan Green Policing. Penegakan hukum berjalan, tetapi pemulihan ekosistem dan pendekatan sosial tetap dilakukan,” tegasnya.
Pada aspek restoratif, Polda Riau melaksanakan pasar murah, bantuan sosial, dan aksi pembersihan sungai, serta mendorong pembentukan Dubalang Batang Kuantan, satuan pengamanan berbasis kearifan lokal yang melibatkan 1.000 pemuda.
Sementara dalam penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Polda Riau mencatat 20 perkara sepanjang 2025, dengan seluruh perkara berhasil diselesaikan. Sebanyak 34 tersangka diamankan, sementara 185 korban berhasil diidentifikasi dan dilindungi.
Modus yang paling dominan, kata Herry, adalah PMI atau PRT, menunjukkan adanya pergeseran pola kejahatan dibanding tahun sebelumnya.
“TPPO adalah kejahatan kemanusiaan. Fokus kami bukan hanya menghukum pelaku, tetapi menyelamatkan korban dan memutus jaringan,” katanya.
Penanganan TPPO dilakukan secara terintegrasi, mulai dari penyelidikan, pendampingan korban, hingga koordinasi lintas sektor dengan instansi terkait.
Menurut Kapolda, semua capaian ini adalah kerja kolektif. Polda Riau akan terus berkomitmen melindungi tuah, menjaga marwah, demi keamanan, keadilan, dan keberlanjutan Riau.
“Jika kita menjaga alam, maka alam akan menjaga kita,” pungkasnya.
(Arief Setyadi )