JAKARTA - Banyaknya mutitafsir dalam UU penistaan agama, menimbulkan kontroversi di masyarakat. Komisi VIII DPR berencana melakukan pembahasan secara terinci atas isi undang-undang yang menimbulkan polemik.
“Perlu penyempurnaan substansi materinya, pengertian penistaan dan penodaan perlu diatur secara lebih rinci,” Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/4/2010).
Dalam hal ini, lanjut Karding, ada dua cara yang dapat ditempuh, yakni pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) atau melakukan revisi.”Saya nggak tahu mana yang akan ditempuh karena belum dibahas dengan pemerintah atau internal DPR,” tandasnya.
Dia mencontohkan dalam kasus Buddha Bar, mereka dinilai menggunakan simbol-simbol agama sehingga menyinggung pihak lain.
“Peraturan pemerintah atau revisi UU itu nantinya tidak boleh terlalu interpretable mana yang disebut penistaan, sehingga orang tidak salah menghukum,” tegasnya.
(Kemas Irawan Nurrachman)