JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra membela bos PT Hardaya Inti Plantation, Siti Hartati Murdaya, terkait kasus dugaan suap kepada Bupati Buol, Amran Batalipu, dalam penerbitan Surat Hak Guna Usaha perkebunan kelapa sawit. Yusril meminta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bisa mengambil keputusan bijak dalam melihat kasus suap Hartati.
"Dalam hal, incumbent meminta sumbangan, posisi pengusaha itu susah. Dikasih salah, tidak dikasih salah. Kalau dalam konteks seperti ini, hukum harus menerapkan yang adil," kata Yusril dalam kesaksiannya di sidang kasus suap Hartati di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/1/2013).
Yusril menyebut aturan perundang-undangan telah menempatkan Hartati menjadi serba salah. Dia menegaskan, negara tidak mungkin berdiri tanpa kehadiran peran pengusaha. "Tinggal sebatas mana kita memberikan toleransi. Yang harus diberikan saat ini adalah sungguh-sungguh kebijaksanaan," tegasnya.
Terkait soal sumbangan pengusaha dalam pemilihan, Yusril menjawab, Undang-Undang Pilkada menyatakan sah sumbangan dari seseorang atau badan usaha, namun dalam jumlah tertentu. Sumbangan itu juga harus dilaporkan ke penegak hukum. "Batas sumbangan Pilkada badan usaha itu diatur Undang-Undang, Rp 350 juta. Jika ada sumbangan misalnya Rp400 juta, yah harus disesuaikan dikurangi besarannya menjadi Rp 350 juta. Jangan lantas karena memberikan sumbangan melebihi batas maksimum dipidanakan," jelasnya.
Kasus suap Hartati terjadi ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Manajer PT Hardaya Inti Plantation, Yani Anshori, karena diduga menyerahkan uang kepada Amran Batalipu, pada 26 Juni 2012. Dalam aksi penangkapan tangan itu, Amran berhasil lolos karena dilindungi oleh ratusan pendukungnya.
Amran baru bisa ditangkap KPK, Jumat dini hari, 6 Juli 2012. Sehari setelah operasi tangkap tangan suap Bupati Buol, KPK lalu menangkap Gondo Sujono, Sukirno, dan Dedi Kurniawan di di Bandara Soekarno-Hatta. Dua nama terakhir belakangan dilepas karena dianggap belum ada keterlibatan mereka di suap tersebut.
(K. Yudha Wirakusuma)