Gambaran Bencana Kelaparan, Warga Suriah Makan Rumput & Daun

Randy Wirayudha, Jurnalis
Jum'at 08 Januari 2016 17:08 WIB
Ilustrasi: Caption Video AJ+
Share :

MADAYA – Dalam sebuah video yang beredar luas di media sosial, nampak sejumlah orang lanjut usia (lansia) dan anak-anak dengan kondisi miris, di mana tubuh mereka hanya tersisa tulang-belulang terbungkus kulit.

Gambaran itu bukan korban kelaparan di Afrika. Bukan pula gambaran korban kamp konsentrasi Nazi Jerman di era Perang Dunia II. Tapi gambaran itu adalah gambaran warga Suriah – 2016.

Kota Madaya, merupakan satu dari tiga kota yang terparah dengan bencana kelaparan, sebagaimana Kota Foah dan Kefraya. Sekitar 40 ribu warga, dilaporkan dalam keadaan tragis. Pengamat HAM Suriah melaporkan, sudah 41 orang yang tinggal nama karena bencana kelaparan ini.

Sedikit mengenai Kota Madaya, kota yang dulunya dipenuhi resor wisata ini, kini masih dalam penguasaan Milisi Hezbollah Lebanon – sekutu pasukan pemerintah Suriah dalam konflik Perang Saudara Suriah.

Kota ini dikelilingi pegunungan dan hanya tersedia satu atau dua jalur suplai. Itu pun sudah ditanami ranjau darat, baik oleh Hezbollah maupun pasukan Suriah. Jelas, Kota Madaya bak penjara bagi warga Suriah itu sendiri.

Belum lagi, kondisi musim dingin yang menusuk tulang jadi derita lain yang mesti dirasakan warga Madaya. Terakhir kali suplai makanan masuk ke kota ini adalah pada Oktober 2015 lalu!

Makanan sedianya masih ada di beberapa toko. Tapi harganya nyaris tak masuk akal dan yang pasti, tak mampu dijangkau sebagian besar warga Madaya. Harga sekilo beras, dilaporkan mencapai USD100 atau Rp1,4 juta.

Jadilah sebagian besar warga Kota Madaya, hanya makan rumput atau dedaunan yang dibuat sup yang ditambahi garam. Dalam sebuah video, seorang wanita tua ditanyai, apa yang sedang dimasaknya dalam panci yang mendidih.

“Hajji, apa yang sedang Anda masak?” tanya cameraman video itu. Rumput untuk suami saya,” jawab nenek tersebut.

Dalam video yang beredar pada 6 Januari 2015 itu juga menggambarkan seorang bocah yang sudah tak makan selama tujuh hari lamanya!

“Sudah berapa lama tidak makan?,” tanya seseorang pada bocah itu yang sontak dijawab: “Sudah tujuh hari, demi Tuhan!,”.

Di video yang sama, para dokter di rumah sakit setempat menyatakan bahwa para ibu tak bisa menyusui bayi-bayi mereka karena kelaparan. Para bayi yang dirawat di rumah sakit pun, hanya bisa diasup air dan garam lewat suntikan.

Ketersediaan susu memang setidaknya masih ada, tapi tak banyak yang bisa membeli susu yang diklaim mencapai USD300 atau Rp4,1 juta per liternya! Sementara para ibu lain yang masih punya sedikit stok makanan, hanya bisa memberi asupan air dicampur selai untuk anak-anaknya.

Pada 6 Januari 2015, salah satu dokter di rumah sakit setempat, Dr. Mohammed Yousef dalam video itu juga menyatakan bahwa di hari itu, dia telah kehilangan dua pasiennya, karena pasokan medis di rumah sakit juga menipis.

“Kami kehilangan seorang pasien berusia 45 tahun dan seorang anak berumur 10 tahun. Masih ada sekitar 1.000 orang lagi yang berada di ambang kematian. Mereka sekarat,” ungkap Dr. Yousef.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dikabarkan Badan Program Makanan PBB (WFP) pada 7 Januari 2015 waktu setempat, diberi izin oleh Presiden Bashar al-Assad, untuk masuk ke Kota Madaya, Foah dan Kefraya untuk membawa konvoi bantuan makanan.

“Kami berharap sudah bisa masuk ke Madaya pada 48 jam ke depan,” ungkap pernyataan PBB, sebagaimana dilansir CNN, Jumat (8/1/2016).

Tapi di sisi lain, jurnalis dan juga aktivis Frida Ghitis, meminta PBB mengawasi dengan serius proses pengiriman makanan tersebut.

“Kabar terakhir dari rezim Assad adalah, konvoi-konvoi makanan (PBB) diizinkan masuk (ke Madaya). Tapi tekanan tetap harus dilancarkan, agar dia (Assad) tetap menepati janjinya,” timpal Ghitis.

Berikut gambaran bencana kelaparan Suriah dalam video yang beredar di media sosial, klik di sini.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya