SERANG - Keraton Kaibon yang termasuk cagar budaya milik Provinsi Banten dijadikan lokasi pesta pernikahan pasangan Nuri dan Aam. Akibatnya, pesta yang digelar untuk kepentingan pribadi tersebut dikecam sejumlah pihak, karena dinilai melanggar Undang-Undang (UU) No. 11/2010 tentang Cagar Budaya.
"Pemanfaatan benda cagar budaya itu diperbolehkan. Hanya saja, harus menjadi catatan bahwa benda cagar budaya itu bukan properti biasa yang bisa dirusak dan dipugar seenaknya," kata pengurus Dewan Kesenian Banten, Wahyu Arya, Kamis (4/1/2016).
Ia menilai, kejadian tersebut menunjukkan rendahnya pemahaman sebagaian masyarakat tentang arti pentingnya benda cagar budaya.
"Benda peninggalan yang bernilai sejarah yang tinggi ini hanya dianggap sebagai properti biasa. Ini karena kesadaran sejarah dan apresiasi terhadap benda cagar budaya rendah," papar Wahyu.
Ia khawatir, lokasi bersejarah ini yang dijadikan lokasi pernikahan dapat merusak material bangunan yang rapuh.
"Jika merusak benda cagar budaya akibat dijadikan lokasi pesta pernikahan, yah bisa dikenakan sanksi, berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta," lanjutnya.
Sementara itu, Sohib, salah satu warga sekitar keraton, menjelaskan pesta pernikahan dengan dekorasi serba putih tersebut dimulai pukul 11.00-13.00 WIB bukan warga setempat.
"Saya juga tidak kenal. Tidak ada yang diundang juga warga sini. Tadi cuma dua jam pestanya, sedikit juga tamunya," kata dia.
Dihubungi terpisah, Camat Kasemen Subagyo mengaku dirinya tidak mengetahui siapa yang menggelar pesta akad hingga pesta perkawinan di Keraton Kaibon.
"Saya juga kurang tahu siapa yang nikah di situ (Keraton Kaibon), tidak ada izinnya ke kami," kata Subagyo saat dikonfirmasi.
(Rachmat Fahzry)