BANJUL – Angkatan bersenjata Gambia mengambil alih kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka juga memblokir akses menuju kantor tersebut serta menurunkan Ketua KPU. Langkah tersebut dilakukan di tengah kunjungan delegasi pemimpin negara-negara Afrika untuk membujuk Presiden Yahya Jammeh agar menerima kekalahannya dalam pemilihan umum (pemilu).
“Saya sampai di sana sekira pukul 08.15 dan ketika hendak masuk ke kantor, petugas kebersihan mengatakan mereka tidak diizinkan masuk. Saya masuk ke ruangan dan seorang tentara dating serta mengatakan saya tidak diizinkan menyentuh apapun. Jadi, saya ambil tas, masuk ke mobil, dan pulang ke rumah,” tutur Ketua KPU Gambia Alieu Njie, disitat The Guardian, Rabu (14/12/2016).
“Mari berharap dan berdoa dengan kedatangan para pemimpin negara-negara Afrika ke sini, maka Presiden Jammeh akan memutuskan untuk mundur. Satu-satunya cara yang sah baginya adalah mengundurkan diri,” sambung Alieu.
Presiden Nigeria Muhammadu Buhari, Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf, Presiden Sierra Leone Ernest Bai Koroma, dan Presiden Ghana John Dramani Mahama sengaja terbang menuju Banjul untuk menemui Yahya Jammeh. Penguasa Gambia selama 22 tahun itu pekan lalu bersikukuh untuk tetap menjabat sebagai presiden meski kalah dalam pemilihan presiden.
Desakan agar Yahya Jammeh mengundurkan diri juga datang dari koalisi oposisi. Jammeh sebelumnya sudah mengaku kalah, tetapi kemudian mengubah pendiriannya. Ia mempertanyakan validitas hasil pemilihan umum setelah KPU mengubah beberapa hasil penghitungan meski perubahan itu ditegaskan tidak mempengaruhi hasil pemilihan umum.
Mahkota kepala negara jatuh ke tangan Jammeh pada 1994 usai kudeta militer. Ia bersumpah untuk menjadi Presiden Gambia sampai 1 miliar tahun lamanya jika Tuhan menghendaki. Namun, Tuhan sepertinya memiliki rencana lain. Yahya Jammeh hanya memperoleh 37 persen suara dibandingkan Adama Barrow yang meraih 46 persen.
(Wikanto Arungbudoyo)