KATINGAN - Rencana pernikahan gaib antara Pangkalima Burung (Panglima Dayak) dengan seorang titisan Nyai Roro Kidul bernama Sri Baruno Jagat Prameswari (dari Merapi) di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah begitu menggemparkan.
Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga turut diundang dalam pernikahan gaib yang tercananya bakal dilaksanakan di Desa Telok RT 01 No 19, Kecamatan Katingan Tengah, pada 28 Februari 2017 mendatang. Polisi pun turun tangan. Petugas Polsek Katingan Tengah lalu mengecek kebenaran rencana pernikahan lintas budaya gaib ini. Ternyata peristiwa aneh ini benar-benar bakal terjadi.
Lalu siapa Sri Baruno Jagat Prameswari sebenarnya? Putri ini disebut-sebut sebagai keturunan atau anak Ratu Kanjeng Nyi Roro Kidul Pantai Selatan. Pernikahan berdasarkan surat undangan yang akan dilangsungkan di kediaman Damang Kepala Adat Katingan Tengah, Isay Judae. Damang Kepala Adat Kecamatan Katingan Tengah Isay Judae ketika dikonfirmasi membenarkan pernikahan gaib ini. Perkawinannya akan dilangsungkan di kediamannya sesuai undangan yang tersebar.
“Semua persiapan sudah dilakukan dan semua kebutuhan acara sudah dibeli seperti sapi, babi dan lainnya,” kata Isay Judae di kediamannya di Desa Telok, seperti mengutip Jawa Pos, Kamis (23/2/2017).
Terpisah Kapolres Katingan AKBP Tato Pamungkas ketika dikonfirmasi mengaku, sudah mengecek kebenaran rencana pernikahan adat itu. Dia tidak banyak komentar masalah ini. “Kepolisian akan melakukan pengamanan seperti biasa. Apalagi jika ada tempat-tempat keramaian, kita akan jaga,” ujarnya. Sedangkan dari pantauan, persiapan pernikahan di rumah Damang Katingan Tengah ini mulai dilakukan. Rumput yang awalnya tumbuh subur di depan rumah yang terbuat dari kayu itu sudah dibersihkan.
Lantas bagaimana kisah aneh tapi nyata ini bisa terjadi? Isay Judae menceritakan, berawal saat seorang wanita bernama Ny Retno datang bersama seorang pria ke kediamannya pada 12 Februari 2017 di Desa Telok. Kedua tamu lalu dipersilakan masuk rumah. Wanita itu mengaku utusan Sri Baruno Jagat Prameswari.
“Kedatangan mereka ke tempat saya untuk mencari damang atau tokoh adat. Lalu saya tanya kenapa? Ibu itu menjawab, katanya mereka sudah menerima pinangan Pangkalima Burung dari Kalimantan terhadap Putri Merapi di Jawa Tengah, sehingga, mereka ingin mengatur acara perkawinan,” tutur dia.
Dalam pernikahan ini, lanjutnya, mempelai perempuan ingin melangsungkan pernikahan sesuai tata cara adat Kalimantan atau Dayak. Sehingga kata Isay Judae, mereka datang mencari tokoh adat untuk menikahkan Pangkalima Burung dan Sri Baruno Jagat Prameswari. Mendengar permintaan itu, Isay Judae merasa cerita kedua orang ini agak janggal. Dia lalu mengajak kedua tamu ini mendatangi pisur guna menenung (meramal) kebenaran soal ini.
“Pertama kali menenung, kami tanya apa benar perjalanan mereka (Retno dan teman laki-lakinya ). Alat pisur berupa benda kemudian berputar. Itu menandakan benar. Seterusnya kami tanya yang lain-lain hingga tempat pelaksanaan acaranya yang ditunjuk langsung di tempat saya juga berdasarkan tenung tadi,” tutur dia.
Lantas, orang yang mengaku utusan itu menyerahkan sepenuhnya pada Damang dan masyarakat adat mempersiapkan pernikahan dan mereka langsung mengaku kembali ke Palangka Raya. Setelah pertemuan pertama, Isay Judae mengumpulkan tokoh adat setempat untuk melakukan rapat menyikapi rencana dimaksud. Dari rapat itulah, rincian untuk biaya pernikahan telah ditentukan sebesar Rp61 juta sesuai kebutuhan.
Beberapa hari kemudian, sekitar tanggal 18 Februari 2017, Damang ini mendapat telefon dari orang yang mengaku sopir ibu Retno. Di mana di situ disampaikan, pihaknya menyanggupi rincian biaya pernikahan. Kemudian pada 19 Februari 2017 Retno kembali datang dan menyerahkan uang sebesar Rp16 juta untuk membeli kebutuhan pernikahan. Lalu sisanya diserahkan lagi pada 21 Februari 2017 hingga total uang yang diserahkan sesuai permintaan sebesar Rp70 juta.
“Setelah semua terpenuhi, baru kami belanjakan membeli semua kebutuhan untuk pernikahan, seperti konsumsi, sewa tenda, gong, tempat pengantin dan lain sebagainya untuk kelancaran pernikahan. Jadi itu saja ceritanya dan sekarang tinggal menunggu pelaksanaan acara,” ucapnya.
Menurut utusan itu, kata tokoh masyarakat setempat ini, perempuannya akan datang ke Desa Telok pada 27 Februari dan akan menginap di rumahnya. Sang perempuan, kata dia, memang berwujud manusia. Namun untuk mempelai laki-laki Pangkalima Burung tidak ada yang bisa melihatnya. Artinya nanti di pelaminan hanya terlihat mempelai perempuannya seorang diri. “Pernikahannya hanya dilakukan satu hari sesuai tata cara adat Dayak yang diminta pihak perempuan. Jadi kita laksanakan saja,” tuturnya.
Proses penikahan nanti jelasnya, juga tidak jauh berbeda dengan proses pernikahan adat masyarakat Dayak biasanya. Walaupun diakuinya, nanti untuk mempelai laki-laki tidak terlihat kasat mata. Namun proses pernikahan adat ini berjalan sebagaimana mestinya. Nanti mempelai laki-laki digiring dan masuk dalam rumah. Acara dalam rumah nanti juga ada melihat ramun pisek (istilah bahasa Dayak) dan sebagainya untuk pinangan terhadap mempelai perempuannya. “Nanti lebih jelasnya bisa dilihat pada saat acaranya,” ujar dia.
Terakhir kakek berusia 87 tahun ini mengakui, undangan yang tersebar saat ini dicetak pihaknya berdasarkan permintaan utusan yang mendatanginya. Ada 100 undangan ketika itu dicetak dan sudah disebar. “Undangan ini diberikan kepada semua tokoh masyarakat, adat, pejabat di Kabupaten Katingan, Pejabat Kalimantan Tengah, bahkan ibu Retno itu mengaku akan memberikan undangan pada Presiden dan pejabat negara lainnya untuk menghadiri pernikahan tersebut,” ujarnya.
Sementara Ketua DPRD Katigan Ignatius Mantir L Nussa, selaku warga Desa Telok menyambut baik dan tidak mempermasalahkan penikahan terkesan langka dan berbau gaib tersebut dilangsungkan. “Kita sangat mendukung. Apalagi ini kampung saya, kita persilakan saja. Biarkan semua berjalan sebagaimana mestinya,” kata Mantir.
Dia mendukung pernikahan adat Dayak di tempat itu yang melibatkan orang-orang kasat mata. Mantir sendiri sudah mengecek kebenaran pernikahan itu dan kenyataan benar adanya. “Ini kan langka sekali. Untuk itu mari kita coba sama-sama melihatnya seperti apa nanti pernikahan itu. Sebab jelas, mempelai laki-lakinya tidak akan kelihatan nantinya. Yang menjadi pertanyaan saya, dari Pulau Jawa, Pulai Bali tiba-tiba menuju Desa Telok. Itu menandakan ada sejarah, sehingga mereka datang ke tempat kita,” ujarnya.
Bahkan Mantir sedikit bercerita, Desa Telok merupakan salah satu Desa di bagian hulu Kabupaten Katingan. Di mana kampung itu terkenal dan dikuasai perempuan bernama Bawi Uya pada zaman dulu. “Sampai sekarang peninggalan Bawi Uya ini masih ada di Desa Telok dan kami pelihara dengan baik. Karena itu, kita berharap nanti semua pihak yang ingin menyaksikan pernikahan ini silakan saja. Ini sesuatu yang sangat langkah bisa terjadi,” ujar dia.
(Ranto Rajagukguk)