JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap pemberian status bebas bersyarat Ditjen Pemasyarakatan (Ditjen Pas) terhadap mantan Jaksa Urip Tri Gunawan sebagai preseden buruk kedepan terhadap penegakan hukum.
Hal itu diungkapkan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, sebagai bentuk kekecewaan atas pemberian bebas bersyarat terhadap terpidana suap perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tersebut. Padahal, Urip divonis 20 tahun penjara atas perbuatannya.
"Dan yang pasti terkait dengan pembebasan bersyarat ini dapat menjadi preseden yang tidak baik kedepan kalau diteruskan dengan pemberian-pemberian remisi atau pembebasan bersayarat," kata Febri saat dikonfirmasi, Selasa 16 Mei 2017.
Meskipun terdapat aturan didalam Undang-Undang yang mengatur 2/3 masa tahanan, namun, kata Febri, dalam Peraturan Pemerintah (PP) 99 terdapat kekhususan atau keseriusan untuk melakukan pemberantasan korupsi.
"Sehingga bukan ketentuan minimal yang diambil. Karena kalau kita baca Undang-Undang, 2/3 menjalani masa pidana tersebut adalah ketentuan yang minimal," jelasnya.
"Jadi tidak harus 2/3 menjalani masa pidana kemudian harus dibebaskan karena ada syarat-syarat yang lain, konsen-konsen lain yang perlu juga diperhatikan," imbuh Febri.
Sebelumnya diketahui, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta resmi menjatuhkan vonis terhadap Urip Tri Gunawan selama 20 tahun penjara, pada 4 September 2008.
Putusan tersebut pun telah berkekuatan hukum tetap atau incrakht didukung keputusan dari Mahkamah Agung (MA) setelah Urip mengajukan kasasi dan kalah. Namun, Urip ternyata hanya menjalani sembilan tahun penjara setelah mendapat pembebasan bersyarat dari Ditjen Pas.
Dalam kasusnya, Urip terbukti menerima suap dari Artalyta Suryani alias Ayin sebesar USD660.000 untuk melindungi pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim dari penyelidikan kasus korupsi BLBI yang ditangani Kejagung waktu itu.
(Ulung Tranggana)