PYONGYANG - Kematian seorang mahasiswa Amerika Serikat (AS), Otto Warmbier memicu pertanyaan terkait sistem pengelolaan penjara di Korea Utara (Korut). Sebagaimana diketahui, pemuda berusia 22 tahun tersebut meninggal setelah dibebaskan dari penjara Korut dalam keadaan koma. Ia ditangkap Otoritas Korut setelah kedapatan menurunkan sebuah papan pesan propaganda.
Sebagaimana diwartakan Mirror, Rabu (21/6/2017), para narapidana di negeri tertutup itu dilaporkan kerap mengalami hal-hal mengerikan ketika menjalani hukuman di balik jeruji besi. Para napi dilaporkan sering mengalami penyiksaan rutin setiap harinya. Bahkan mereka diperintahkan untuk melakukan kerja paksa sekira 12 jam per hari.
Tak hanya itu, mereka juga kerap tak diberikan makanan yang layak sehingga terpaksa memakan hewan seperti tikus dan kodok untuk bisa bertahan hidup. Diperkirakan terdapat lebih dari 200 ribu orang yang menjadi korban penyiksaan oleh kamp pegasingan milik negara yang dipimpin sang diktator muda itu.
Penyiksaan di penjara Korut. (Foto: Liveleak)
Kamp-kamp tersebut diawasi ketat oleh para penjaga khusus yang dilengkapi dengan senjata api, granat tangan serta anjing terlatih. Penyiksaan rutin yang kerap didapatkan narapidana di Korut yakni dipukuli dengan tongkat besi, ditendang, ditampar dan dipaksa untuk berdiri atau duduk tanpa dibiarkan mengubah posisi dalam waktu lama.
Para tahanan hanya diberikan satu set pakaian bahkan hingga mereka menemui ajal. Mereka juga hanya diberi kain lap tanpa disediakan sabun untuk mandi atau kaus kaki untuk menghangatkan badan. Bahkan para perempuan tidak mendapat pakaian dalam serta pembalut.
Pada 2014, seorang perempuan bernama Park Yeon-mi menuturkan, ayahnya mengalami penyiksaan luar biasa setelah dipenjara akibat terlibat kasus perdagangan ilegal. Yeon-mi menyebut, ayahnya kerap disiksa duduk di kursi pesakitan dengan jari jemari yang dijepit secara berulang-ulang.