Hasil Investigasi Ombudsman soal Tata Kelola Umrah, Menteri Lukman Kasih "Jempol"

Fahreza Rizky, Jurnalis
Rabu 04 Oktober 2017 14:06 WIB
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin memberi apresiasi temuan investigasi Ombudsman RI (ORI) terkait tata kelola umrah di kementeriannya, menyusul adanya kasus First Travel.

"Selaku Menteri Agama kami menyampaikan terimakasih dan apresiasi. Ini sekaligus menunjukkan kepedulian Ombudsman yang ikut menyempurnakan perbaikan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di masa mendatang," kata Menag di Gedung ORI, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/10/2017).

 (Baca: Ini Hasil Temuan Investigasi Ombudsman soal Tata Kelola Umrah di Kemenag)

Lukman tak menyangka penyampaian hasil investigasi Ombudsman kepada Kemenag dilakukan secara terbuka dengan mengundang media massa. Hal itu dianggap bentuk transparasi Ombudsman dalam menjalankan tugasnya.

Dengan adanya investigasi ini, Lukman juga mengingatkan jajarannya untuk senantiasa bekerja baik dan tepat dalam rangka pemberian izin biro perjalanan umrah.

"Saya selalu tanamkan kepada internal kita, semakin banyak yang awasi kita semakin positif," terangnya.

 (Baca: Waduh! Ombudsman Temukan Tindak Pidana Suap di Kemenag Soal Izin Biro Umrah)

Di sisi lain, Lukman melakukan pelurusan terhadap hasil investigasi Ombudsman. Ia memulai klarifikasinya dengan mendefinisikan kembali perbedaan haji dan umrah.

Menurut Lukman, penyelenggaraan haji merupakan tanggung jawab negara sebagaimana disebutkan dalam undang-undang. Pemerintah tidak bisa berlepas diri dari penyelenggaraan haji ini.

"Meskipun tak menutup pintu bagi pihak swasta yang ingin melaksanakan haji. Kalau swasta ingin selenggarakan haji ada Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK)," terang dia.

Sementara umrah, kata Lukman, dari segi syar'i bukanlah merupakan kewajiban. Saat ini, pemerintah belum melihat umrah sebagai kebutuhan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Tiap orang dibebaskan ingin melakukan umrah atau tidak dan penyelenggaraannya juga diberikan kepada masyarakat atau pihak swasta.

"Pemerintah berpandangan meskipun undang-undangnya pemerintah bisa selenggarakan umrah, tetapi biarlah ini dikelola masyarakat (swasta). Pemerintah memposisikan diri sebagai pengawas dan atau regulator. Ini bagian penting yang harus dipahami agar kita bisa melihat lebih utuh," terang dia.

Lukman menolak bila dianggap melepas tangan dari kasus penelantaran puluhan ribu jamaah oleh First Travel. Pasalnya, pemerintah bukanlah penyelenggara umrah. Namun, pemerintah memiliki wewenang untuk menerbitkan perizinan suatu lembaga biro perjalanan umrah.

"Mereka yang boleh menjadi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) harus mendapat izin dari pihak pariwisata terlebih dahulu, minimal dua tahun sudah beroperasi biro travelnya. Lalu ada persyaratan administratif. Dia juga harus mendapat rekomendasi dari Pariwisata kabupaten/kota dan Kantor Kemenag kabupaten/kota. Dia harus menyerahkan nominal tertentu sebagai jaminan," terang Lukman.

Sebuah biro travel, lanjut dia, harus memperpanjang izinnya selama tiga tahun sekali di Kemenag. Pada proses pengajuan perpanjangan izin itu PPIU harus diverifikasi ulang, diteliti kembali dan di akreditasi.

Klarifikasi Menag pada Kasus First Travel

Lukman mengakui bahwa dirinya selalu mendapat pertanyaan tentang perpanjangan izin First Travel oleh Kemenag. Padahal, biro perjalanan umrah itu bermasalah. Ia pun meluruskan hal tersebut.

"Saya ingin jelaskan pertama kali dia (First Travel) mendapat izin pada 21 November 2013 setelah dia memenuhi berbagai macam persyaratan. Kemudian tiga tahun berikutnya pada 25 Juli 2016 dia mengajukan perpanjangan izin. Lalu, pada 9 Agustus 2016 dilakukan akreditasi untuk melihat (kondisinya)," ungkap Lukman.

Proses akreditasi itu terus berlangsung dengan mempertimbangkan berbagai aspek kepatutan dan kelayakan sebuah biro perjalanan umrah yang sudah ditetapkan Kemenag. Akhirnya, pada 6 Desember 2016 First Travel memenuhi persyaratan akreditasi yang ditetapkan Kemenag.

"Bahkan akreditasi First Travel itu B. Minimal yang bisa diperpanjang yang akreditasinya C. Karena pada saat itu First Travel cukup baik. Per 6 Desember 2016 First Travel memperoleh izin karena dia memenuhi ketentuan. Kapan dia bermasalah? Itu Maret 2017. Itulah saat kemudian ada sebagian warga mengadu bahwa dia ditelantarkan," terang Lukman.

(Awaludin)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya