JAYAPURA - Keberadaan Panitia Khusus (Pansus) Pilkada Gubernur (Pilgub) oleh DPR Papua (DPRP) terus menuai kritik. Pasalnya Pansus dinilai tidak memilki payung hukum kuat, terlebih untuk melakukan tugas yang dilakukan pihak KPU dan Majelis Rakyat Papua (MRP) sesuai ketentuan Undang-Undang.
Pansus Pilkada Gubernur dibentuk oleh DPR Papua dengan anggota beberapa fraksi partai politik itu didasarkan pada UU Otsus Papua. Yang menyebut keterlibatan DPRP dalam proses seleksi. Namun merujuk pada kasus Pilkada Gubernur lalu hingga molor dua tahun Pilkada saat itu membuat Pilkada dilaksanakan pada 2013. Mahkamah Konstitusi (MK) mencopot beberapa keterlibatan DPR Papua dalam Pilkada Gubernur Papua.
Kewenangan DPR Papua sebatas mengecek berkas yang diberikan KPU selanjutnya dilanjutkan ke Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk dilakukan pemeriksaan identitas Orang Asli Papua (OAP) dan syarat lain.
Apa yang dilakukan DPR Papua melalui Pansus yang telah dibentuk disebut baik adanya. Jika dilakukan sesuai aturan yang berlaku, yang selanjutnya menyerahkan berkas tersebut ke MRP. Namun yang terjadi di lapangan tidak demikian. Waktu 7 hari yang diberikan oleh MRP untuk memeriksa berkas keaslian Orang Asli Papua (OAP) seperti yang tertuang di UU Otsus tidak berjalan baik. Hingga esok tahapan penetapan pasangan calon, belum jelas keberadaan berkas bakal calon kedua kandidat calom Gubernur dan wakil gubernur, baik milik Incumbent Lukas Enembe-Klementinal dan berkas John Wempi Watipo-Habel Melkias Suwae.
Pansus kemudian pecah kongsi sebelum penetapan calon oleh KPU Papua esok hari. Partai Gerindra dan PDI Perjuangan menarik anggotanya dari Pansus.
Wakil Ketua Gerindra Provinsi Papua Yance Mambrasar sabtu malam menyebut telah menyurati dua anggota Fraksi Gerindra yang tergabung dalam Pansus tersebut untuk keluar dari Pansus.
"Kami sudah menyurat kedukasi anggota kami yakni bapak Elvis Tabuni dan Radius Simbolon sudah menerima dan siap resign dari Pansus itu,ini sikap konsistensi partai terhadap kedernya di DPR Papua, " katanya.
Dirinya mendukung sepenuhnya KPU provinsi Papua untuk tetap mengumumkan penetapan calon senin (12/2/2018) esok.
"Kami dukung penuh KPU dengan kewenangan yang dimilikinya untuk melakukan jadwal yang ada," ucapnya.
Malahan jika KPU tidak melakukan jadwal yang semestinya, yakni penetapan calon gubernur dan wakil gubenur malah melanggar ketentuan KPU sendiri.
"Jika tidak maka melanggar Peraturan KPU nomor 1 tahun 2017. Silahakan diplenokan dan ditetapkan," ucapnya.
Sementara itu, anggota DPRP dari PDI Perjuangan, Edwardus Keise yang juga mantan anggota Pansus mengaku telah menarik kader di DPR yang turut bergabung dalam Pansus, termasuk dirinya.
"Surat dari fraksi jelas bahwa kita tarik diri dari Pansus, ada 3 orang, saya sendiri, Herman Gobi dan Lasarus siep," katanya.
Menurutnya, Pansus telah menyalahi aturan. "Kita tarik karena menganggap kinerja Pansus gagal. Pansus sebetulnya baik jika bisa mengawal proses ini, namun ternyata tidak melaksanakan tugas semestinya. Ini terjadi karena pansus merasa kewenangan kurang. Meminta dua minggu bukan hanya 3 hari dengan materi yang banyak. Pansus meminta harus ada verifikasi, sementara harusnya hanya pengecekan," ungkapnya.
Terkait kisruh tersebut, solidaritas Peduli Pilgub Papua (SP3) berencana menduduki KPU Provinsi Papua saat penetapan esok.
"Yang menjadi persoalan adalah keputusan yang diambil DPR, berkas yang dari KPU masuk ke DPR hanya statusnya melalui, bukan verifikasi. Ini aturan dari mana," kata ketua SP3 Papua Isak Chogoyak Giyai Sabtu malam.
Dirinya meminta semua pihak termasuk tim sukses untuk bergandengan tangan untuk tahanan bisa berjalan dengan baik.
"Karena rakyat yang jadi korban. Konflik horizontal bisa terjadi. Oleh karena itu mari tim sukses dari bapak Lukas dan dari bapak John bisa mengamankan ini," ucapnya.
Namun jika Senin esok urung ada keputusan/pantesan sesuai amanat Undang undang, maka pihaknya mengancam akan melumpuhkan KPU.
"Jika tidak ada keputusan, maka kami akan lumpuhkan KPU, dan kami akan laporkan ke DKPP, termasuk Pansus yang saya anggap ilegal," katanya.
Sekretaris SP3, Fransiskus Magay juga mempertanyakan kinerja KPU. "Kan sudah jelas ada undang undang Pemilu yang mengakomodir jalannya Pemilu. Sehingga jika Senin besok kalau tidak ada penetapan, kemudian jika dinyatakan TMS (Tidak Memenuhi Syarat) maka KPU, Pansus dan MRP harus bertanggungjawab jika terjadi apa-apa," tegasnya.
Kasus Pilgub kali ini sama persis dengan Pilgub 2011 lalu, akibat tarik ulur kewenangan hingga Pilkada gubenur kala itu ditunda dan mengikuti Pilkada 2013. Dan pilkada serentak kali ini bisa jadi Pilkada gubernur turut mundur hingga 2020.
(Khafid Mardiyansyah)