TEHERAN – Presiden Iran, Hassan Rouhani menolak seruan Amerika Serikat (AS) untuk melakukan perundingan beberapa jam sebelum Washington kembali menjatuhkan sanksi sejalan dengan keputusan Presiden Donald Trump untuk menarik diri dari kesepakatan program nuklir yang ditandatangani pada 2015. Rouhani mengatakan, AS akan menyesali keputusannya untuk kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi, Rouhani mengatakan, tidak akan ada perundingan antara kedua belah pihak selama Washington masih mangkir dari perjanjian yang mereka tanda tangani.
BACA JUGA: Sanksi AS Atas Iran Akan Berlaku Selasa
"Jika Anda menusuk seseorang dengan pisau dan kemudian Anda mengatakan Anda ingin berbicara, maka hal pertama yang harus Anda lakukan adalah mencabut pisau itu," kata Rouhani sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (7/8/2018).
"Kami selalu mendukung diplomasi dan pembicaraan ... Tapi pembicaraan butuh kejujuran," lanjutnya. Rouhani menyebut seruan Trump untuk melakukan negosiasi hanyalah pertunjukkan bagi publik AS menjelang kampanye dan akan menyebabkan kekacauan di Iran.
Lebih lanjut, Rouhani mengatakan perjanjian yang ditandatangani oleh enam kekuatan dunia, termasuk AS pada 2015 ditujukan untuk menghentikan program nuklir Iran sebagai ganti pencabutan sanksi dan AS akan menyesali keputusannya untuk kembali menjatuhkan sanksi pada Iran.
“Amerika akan menyesal menjatuhkan sanksi terhadap Iran ... Mereka sudah terisolasi di dunia. Mereka memberlakukan sanksi terhadap anak-anak Iran, pasien dan bangsa, ” kata Rouhani.
Rouhani juga menyerukan kepada rakyat Iran untuk bersatu menghadapi tekanan yang diakibatkan dari sanksi AS tersebut.
BACA JUGA: Garda Revolusi Islam Iran Tolak Tawaran Trump untuk Berunding
"Akan ada tekanan karena sanksi tetapi kami akan mengatasi ini dengan persatuan," ujarnya.
Bulan lalu, Trump mengatakan bahwa dia akan bersedia untuk bertemu Rouhani tanpa prasyarat untuk mendiskusikan cara memperbaiki hubungan kedua negara. Namun, pejabat senior dan militer Iran menolak tawaran itu, menyebutnya sebagai “sebuah mimpi” karena tindakannya yang kontradiktif dengan menjatuhkan sanksi kepada Iran.
(Rahman Asmardika)