Nasib Tuti Tusilawati: Jadi Korban KDRT di Dalam Negeri, Dieksekusi Mati di Saudi

INews.id, Jurnalis
Rabu 31 Oktober 2018 10:59 WIB
Ilustrasi TKI (foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kembali dihukum mati di negeri orang. Kali ini, buruh migran asal Majalengka, Jawa Barat, Tuti Tursilawati, harus menemui ajalnya usai dieksekusi di Arab Saudi, pada Senin 29 Oktober 2018.

Tuti Tursilawati (34) diberangkatkan ke Arab Saudi oleh PT Arunda Bayu, pada 5 September 2009 dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk keluarga Suud Malhaq al-Utaibi, di kota Thaif.

(Baca Juga: Eksekusi TKI Tuti, Amnesty Internasional Tuding Arab Saudi Cederai Etika Diplomasi) 

Berdasarkan informasi dari keluarga Tuti, terungkap bahwa sang majikan sering hendak berbuat asusila terhadapnya. Hingga pada 11 Mei 2010, perempuan itu memukul al-Utaibi dengan sebatang kayu hingga meninggal dunia. Selanjutnya, Tuti melarikan diri dan ditangkap aparat berwenang setempat, lalu ditahan di penjara di Kota Thaif. Setelah melalui belasan kali persidangan, hakim menjatuhkan vonis mati terhadap Tuti.

 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai eksekusi mati yang menimpa Tuti, Senin lalu merupakan akumulasi dari persoalan kekerasan berbasis gender. Komisioner Komnas Perempuan Taufiq Zulbahri menyebutkan, sebelum berangkat ke Saudi sembilan tahun silam, Tuti adalah korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Majalengka.

Karena itu, dengan niat ingin mengubah hidupnya, Tuti lantas memutuskan menjadi buruh migran di negeri orang. Perempuan itu pun bekerja di Saudi untuk menopang ekonomi keluarganya.

Malangnya, berdasarkan penuturan keluarga Tuti kepada Komnas HAM, setelah bekerja di sana pun dia mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari majikannya. “Tuti mengalami pelecehan seksual oleh majikan, dan ekspresi kekerasannya merupakan akumulasi kemarahan maupun pertahanan yang dapat dia lakukan,” kata Taufiq di Jakarta, Rabu (31/10/2018).

Dakwaan eksekusi mati yang telah diterima Tuti sejak 2010 pun tak hanya berdampak pada dirinya tetapi juga keluarganya di Tanah Air.

Komnas Perempuan yang sejak 2016 memantau dampak hukuman mati pada pekerja migran dan keluarganya, termasuk bertemu dengan keluarga Tuti, menemukan fakta bahwa dampak dakwaan Tuti membuat kondisi keluarganya di Majalengka karut-marut.

Ayah Tuti misalnya, mengidap sakit jantung, berhenti bekerja sebagai juru kunci, selalu merasa bersalah dan saling menyalahkan antarkeluarga mengapa dulu Tuti dibolehkan bermigrasi ke Saudi. Ibu Tuti juga mengalami stigma sosial, isolasi diri, hingga pengajian pun hanya dilakukan di dalam rumah.

“Belum lagi trauma menonton TV, menjadi sasaran eksploitasi oknum yang berjanji akan menyelamatkannya, takut kepada media dikarenakan khawatir sikap atau pernyataan keluarga yang ter-ekspos di media akan menghambat upaya pemaafan,” ujar Taufiq.

Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, hukuman mati yang dijatuhkan kepada Tuti oleh otoritas Arab Saudi tergolong hukuman mati mutlak atau had gillah.

Berdasarkan tingkatannya, had gillah merupakan hukuman mati tertinggi di Arab Saudi setelah qisas dan takzir karena tidak bisa diampuni oleh raja atau ahli waris korban. Tindakan yang termasuk had gillah hanya dapat dimaafkan oleh Allah SWT.

(Baca Juga: DPR Kecam Arab Saudi atas Eksekusi Mati TKI Tuti) 

Ilustrasi Hukuman Mati (dok: Okezone)

Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (30/10/2018) kemarin, Iqbal mengungkapkan tindakan Tuti membunuh ayah majikannya, Suud Malhaq al-Utaibi, dilatarbelakangi oleh pelecehan yang kerap diterimanya. Namun, tindakan Tuti ketika itu tidak bisa disebut sebagai pembelaan diri karena dilakukan tidak pada saat pelecehan berlangsung.

“Tuti dianggap melakukan pembunuhan berencana. Karena itu, dia mendapat hukuman had gillah,” ujar Iqbal.

Belajar dari kasus Tuti, Iqbal mengimbau para calon TKI yang akan bekerja di luar negeri supaya ekspresif dan berani membela hak-haknya sejak awal. “Banyak tenaga kerja kita yang berdiam saat dilecehkan. Dendamnya disimpan. Suatu saat ketika sudah tidak tertahankan, kemudian dia melakukan pembunuhan sehingga dianggap pembunuhan berencana,” pungkas Iqbal.

(Fiddy Anggriawan )

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya