JAKARTA - Mantan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Prof Eman Suparman menyoroti dua kerancuan hukum dalam putusan perkara yang menyeret mantan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Irman Gusman.
Kerancuan pertama yang disoroti Eman, yakni terkait penanganan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Irman Gusman. Eman mempersoalkan lembaga sekelas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani pemberian uang Rp100 juta dari pengusaha untuk Irman Gusman.
"Pertama, saya melihat masa Rp100 juta ditangani KPK, apa enggak ada lagi kasus yang lebih besar dari Rp100 juta? Itu pun kalau betul menerima suap ya," kata Eman saat berbincang dengan Okezone, Senin (12/11/2018).
(Baca Juga: Mantan Ketua KY Soroti Tebang Pilih Penegakan Hukum di Indonesia)
Kemudian, mantan Dosen Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung ini juga mempermasalahkan soal dimasukkannya unsur perdagangan pengaruh dalam putusan Irman Gusman. Padahal, kata Eman, Indonesia belum meratifikasi pasal tersebut.
Sebagaimana diketahui, ketentuan mengenai memperdagangkan pengaruh tercantum dalam Pasal 18 United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) atau konvesi dunia. Dalam hal ini, Indonesia telah meratifikasi pasal hukum internasional tersebut.
"Kedua, memperdagangkan pengaruh dalam keputusan, pengaruh apa yang diperdagangkan? Aturannya darimana itu? Indonesia belum meratifikasi aturan konvesi dunia tentang perdagangan pengaruh," kata Eman.
"Jadi, hakim memutus tanpa ada dasar hukum yang secara legalitas sudah berlaku sebelum Pak Irman melakukan," sambungnya.
Atas dasar itulah, menurut Eman, putusan Pengadilan Tipikor terhadap Irman Gusman tidak berlandaskan hukum yang legal. Sebab, ada dua kerancuan hukum dalam memutus perkara untuk Irman Gusman.
"Jadi, Pak Irman diputus oleh hukum, sementara hukumnya tidak ada dan aturannya sudah sejak awal KPK menangani yang sekian miliar ke atas, gitu loh. Masa 100 juta ditangani KPK, emang enggak ada kerjaan KPK ini? Yang gede aja enggak ditangani malah yang ecek-ecek ditangani. Itu yang saya sesalkan," terangnya.
Eman sendiri telah menuliskan pandangannya terkait perkara dugaan suap kuota impor gula yang menyeret Irman Gusman dalam buku 'menyibak kebenaran eksaminasi terhadap putusan perkara irman gusman'. Dalam buku tersebut, Eman mengkritik tentang penegak hukum yang perlu mengasah integritas dan profesionalisme.
Selain Eman, sejumlah pakar hukum seperti Prof Andi Hamzah, Prof Jawahir Thontowi, prof Suteki, dan Prof Esmi Warassih menuliskan pandangannya terkait perkara yang menyeret Irman Gusman.
Irman Gusman sendiri telah divonis pidana 4,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 2017, silam. Majelis Hakim menyatakan Irman terbukti menerima suap sebesar Rp100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi.
Majelis hakim juga mengungkapkan bahwa Irman terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua DPD untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari pemilik Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya.
(Arief Setyadi )