Bahtiar mengatakan, berdasarkan UU 23/2006 juncto UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan, penduduk di Indonesia dibagi dua, yakni WNI dan WNA. Sama seperti WNI, WNA juga diwajibkan memiliki KTP eletronik.
Ketentuan ini, ucap Bahtiar, sudah berlaku sesuai UU, Kemendagri hanya menjalankan UU dibentuk bersama DPR dan pemerintah, lalu praktik di negara lain juga demikian. "Jadi bukan baru sekarang-sekarang ini. Saya sih melihat ini menjadi gaduh karena sedang menghadapi pileg dan pilpres. Itu saja," katanya, Rabu (27/2/2019).
"Jadi, bukannya KTP-el itu tidak diperbolehkan untuk warga negara asing, justru diwajibkan bagi WNA yang sudah punya izin tinggal tetap dan berumur lebih dari 17 tahun memiliki KTP elektronik," tuturnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, meskipun WNA memiliki KTP elektronik, tidak bisa digunakan untuk memilih dalam pemilu, karena terkait syarat untuk bisa memilih sebagaimana diatur dalam Pasal 198 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Ayat (1) dijelaskan bahwa yang memiliki hak memilih pada pemilu adalah warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih adalah warga negara Indonesia. Jadi, seluruh WNA yang ada di Republik Indonesia ini tidak memiliki hak politik untuk memilih ataupun dipilih.