Sebelumnya pada 2009, dia ditangkap di Pakistan karena berusaha mendapatkan akses ke kelompok teroris Al Qaeda.
Pada 2010, Taylor dideportasi oleh badan intelijen Australia ASIO karena dinilai sebagai risiko keamanan. Taylor keluar masuk Australia selama 25 tahun.
Tak sesuai yang diharapkan
Taylor mengatakan kehidupan di bawah ISIS tidak sesuai dengan yang dia harapkan.
Menurut penuturannya, tidak perlu waktu lama baginya sebelum masuk radar polisi rahasia ISIS. Dia mengaku dipenjara tiga kali oleh ISIS.
"Saya jadi sangat benci kepada petugas keamanan ISIS. Saya diancam dengan siksaan dan dipenjara karena dicurigai sebagai mata-mata," katanya.
"Kejadian terakhir sangat konyol. Saya dituduh minum dan membuat alkohol serta mengisap ganja," ucapnya.
Baca: Ingin Merawat Anak, Remaja yang Gabung ISIS Ingin Pulang ke Inggris
Baca: Indonesia Tak Tutup Kemungkinan Terima Kembali Mantan Anggota ISIS
Pada Oktober 2015 Taylor memposting di akun Twitternya tanpa mematikan fungsi lokasi dari medsos tersebut.
Gara-gara hal ini, dia menghabiskan 50 hari dalam penjara ISIS.
"Akun Twitter ditangguhkan. Pada 9 Januari 2015 saya menerima surat dan disuruh menghadap seorang pejabat (ISIS)," katanya.
"Mereka memasukkan saya ke sebuah ruangan, mengambil senjataku serta ponsel," katanya seraya menambahkan dia dituduh membocorkan 12 lokasi ISIS di GPS.
Selama hidup bersama ISIS, dia mengaku menyaksikan sejumlah pemenggalan dan eksekusi.