Umumkan Kepatuhan LHKPN, KPK Berharap Bisa Jadi Referensi Publik saat Mencoblos

Puteranegara Batubara, Jurnalis
Kamis 11 April 2019 04:06 WIB
Share :

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) seluruh Calon Legislatif (Caleg) di Pemilu 2019. Dalam hal itu, lembaga antirasuah berharap bisa dijadikan referensi bagi publik saat mencoblos calon wakil rakyatnya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, pelaporan LHKPN ini sebagai salah satu syarat. Selain itu, juga merupakan upaya untuk menciptakan program antikorupsi.

"KPK juga sudah mengumumkan dan publik di seluruh Indonesia bisa melihat siapa saja anggota DPR anggota MPR, DPD dan DPRD di seluruh Indonesia yang sudah melaporkan atau belum melaporkan kekayaannya. Itu bisa dilihat secara terbuka di website KPK," kata Febri saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (10/4/2019).

Berdasarkan data KPK per 8 April, Salah satu, tingkat kepatuhan LHKPN tertinggi diraih oleh Partai NasDem sebesar 88,89 persen sedangkan terendah dilakukan oleh Partai Gerindra sebesar 39,13 persen.

Febri melanjutkan, transparan dalam membuka kekayaan adalah salah satu indikator dalam sebuah integritas. Hal itu terlihat dari, kepatuhan para calon wakil rakyat melakukan keterbukaan terhadap harta kekayaannya.

"Dalam konteks membuka kekayaan pada publik adalah salah satu indikator yang paling minimal sebenarnya terkait dengan kepatuhan dan integritas diharapkan," tutur Febri.

Sementara itu, peneliti Indonesia Parliamentary Center (IPC) Arbain menuturkan LHKPN bisa menjadi ukuran menilai integritas seorang pejabat negara. Anggota DPR yang tidak melaporkan kekayaannya, sebaiknya tidak dipilih kembali.

"LHKPN ialah rujukan resmi untuk melihat integritas anggota fraksi di DPR," kata Arbain dikonfirmasi terpisah.

Menurut Arbain, masyarakat bisa menilai calon legislatif dari visi misinya, rekam jejaknya dan ketaatan mereka melaporkan LHKPN. Sebab kecurigaan terbesar, ketika anggota DPR tidak melaporkan hartanya ialah adanya peningkatan kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Arbain menjelaskan, ada dua kemungkinan yang membuat anggota DPR tidak melaporkan harta kekayaannya. Pertama, dan merupakan kemungkinan terbesar ialah adanya harta-harta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan selama menjadi anggota parlemen.

Dia mencontohkan, bisa saja seorang anggota DPR mengalami peningkatan harta signifikan, namun sumbernya tak jelas, sehingga dia ragu untuk melaporkannya. Ketika LHKPN dilaporkan, publik bakal ikut berpartisipasi menilai sumber-sumber kekayaan anggota dewan yang mengalami peningkatan tersebut.

Kemungkinan kedua, ialah anggota DPR malas atau kesulitan dalam mengisi formulir LHKPN. Tetapi menurut Arbain, hal ini seharusnya bukan alasan yang bisa membenarkan kealfaan anggota parlemen melaporkan kekayaan.

"Sebab, jika dilaporkan, publik akan mempertanyakan naiknya jumlah harta kekayaan seorang anggota DPR," tuturnya.

Disisi lain, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem Willy Aditya menyatakan NasDem sejak awal berkomitmen untuk patuh pada hukum, salah satunya soal LHKPN bagi anggota legislatif.

"Ini merupakan komitmen. Bagaimana komitmen ini harus dijalankan. Ini bukti bahwa demokrasi itu adalah basisnya akuntabilitas dan transparansi bagaimana seorang anggota dewan harus bisa diakses oleh publik," kata Willy.

Menurut dia, NasDem mengedepankan politik yang akuntabel dan politik yang transparan. Sehingga bagaimana publik kembali kepercayaannya kepada institusi politik khususnya anggota dewan yang menjadi representasi.

"Dengan politik yang transparan akan mendapatkan kepercayaan dari publik. Apalagi untuk menaruh kepercayaan terhadap anggota dewan yang mewakili aspirasi masyarakat di parlemen," tuturnya.

Ia mengaku, saat ini masih ada beberapa kader yang belum menyerahkan LHKPN. Namun demikian, NasDem akan terus mengejar kader yang belum menyerahkan LHKPN itu. Pengurus partai telah menyurati anggota fraksi yang belum melaporkan LHKPN karena laporan itu hal yang bisa ditawar-tawar.

"Bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kejar, tetapi kami akan kejar. Ada empat orang yang belum menyerahkan. Mungkin tiga orang karena satu di antaranya tidak maju lagi di DPR RI tapi maju lagi di DPRD provinsi. Kami sudah bersurat hari ini, kepada mereka untuk kemudian segera mungkin menyerahkan," tutup dia.

(Angkasa Yudhistira)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya