Gambia, Negara di Afrika yang Ajukan Myanmar ke Mahkamah Internasional Atas Tuduhan Genosida

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Jum'at 13 Desember 2019 10:40 WIB
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi menjalani sidang tuduhan genosida di Mahkamah Internasional. (Foto/Reuters)
Share :

Penyingkiran sistematis ini merupakan argumen utama Gambia ketika mengajukan kasus ini ke Mahkamah Internasional.

"Genosida tidak terjadi di ruang vakum. Ini tidak terjadi tiba-tiba dalam satu malam melainkan didahului oleh sejarah yang penuh kecurigaan, ketidakpercayaan, dan propaganda penuh kebencian yang memperlakukan orang lain tidak manusiawi lalu mengkristal menjadi kekerasan massal ugal-ugalan, di mana satu pihak mencoba menghancurkan yang lain, keseluruhan maupun sebagiannya."

Pemimpin yang enggan bertindak

Myanmar menjadi negara tertutup selama bertahun-tahun dalam pemerintahan junta militer. Pemindahan kekuasaan secara formal terjadi sesudah pemilu tahun 2015.

Namun para jenderal mengubah hukum dan menghalangi peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi dari posisi puncak pemerintahan.

Ia masih seorang pemimpin populer dan memegang kekuasaan.

Banyak pemimpin dunia yang memintanya untuk menghentikan operasi militer, tapi ia berkeras bahwa langkah militer itu merupakan operasi kontra terorisme untuk memberantas ekstrimis Islam.

Ia bahkan enggan menggunakan kata Rohingya.

Jatuh dari kemuliaan

"Ia pernah jadi sumber inspirasi dunia dan mengecewakan sekali melihatnya mengambil posisi sebagai pembela kejahatan yang mengertikan itu, puncak dari segala kejahatan," kata Tambadou.

Tambadou berkata, negaranya kini berjuang untuk menegakkan nilai yang pernah dipromosikan Aung San Suu Kyi dulu.

Aung San Suu Kyi juga disalahkan karena tak berbuat apa-apa guna menghentikan kampanye kebencian yang dilakukan oleh pendeta Buddha ultra nasionalis terhadap etnis Rohingya.

Mereka memandang kutukan internasional sebagai serangan terhadap kedaulatan nasional. 

Pemerkosaan dan pembunuhan

Di Mahkamah Internasional, diungkap dokumen yang memperlihatkan pembunuhan massal di kota Maungdaw di negara bagian Rakhine, di mana militer Myanmar, yang dikenal dengan nama Tatmadaw, memerkosa dan membunuh ratusan warga sipil minoritas Rohingya.

Pengadilan juga mendengar kesaksian dari perempuan yang berhasil melarikan diri dari serangan. Kesaksian ini dihadirkan di pengadilan melalui penasehat hukum untuk Gambia, Andrew Loewenstein.

"Saya masuk ke rumah bersama empat orang tetangga saya, dan tiga dari kami punya bayi. Saya kenali rumah itu. Di dalamnya ada jenazah di lantai - anak kecil dan orang tua dari desa kami."

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya