TEHERAN – Parlemen Iran mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang mengecap semua pasukan dan pegawai Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Amerika Serikat (AS) sebagai organisasi teroris sebagai balasan kematian komandan pasukan khusus Iran, Qassem Soleimani.
Malansir Daily Mail, pengesahan dilakukan pada Selasa 7 Januari 2020. Dalam laporannya, Daily Mail menyebutkan sejumlah anggota parlemen Iran meneriakkan “Matilah Amerika”.
Setelah menjadi undang-undang, semua pasukan AS dan pegawai Kemenhan dan organisasi terkait, agen dan komandan serta mereka yang memerintahkan serangan yang menewaskan Soleimani dicap sebagai teroris.
"Bantuan apa pun untuk pasukan ini, termasuk militer, intelijen, [lembaga] keuangan, teknis, layanan atau logistik, akan dianggap sebagai kerja sama untuk membantu aksi teroris," kata parlemen Iran.
Baca juga: Iran Kibarkan Bendera Merah Serukan Pembalasan ke AS atas Kematian Jenderal Soleimani
Baca juga: Trump: Pembunuhan Komandan Pasukan Elite Iran untuk Mencegah Perang
Soleimani adalah Komandan Pasukan Khusus Quds, brigade Pengawal Revolusi Iran yang khusus beroperasi di luar negeri. Dia tewas dalam serangan AS pada Jumat 3 Januari 2020.
Parlemen Iran juga menambah anggaran Pasukan Quds sebesar Rp3,1 triliun.
Undang-undang itu merupakan versi amandemen dari undang-undang yang diadopsi pada bulan April tahun lalu, yang menyatakan Amerika Serikat sebagai negara sponsor terorisme dan di kawasan teluk.
Bantah tarik pasukan di Irak
Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Mark Esper membantah pasukan AS akan menarik diri dari Irak, setelah surat dari seorang jenderal AS yang bocor menyebutkan adanya penarikan pasukan AS di negara tersebut.
"Tidak ada keputusan apa pun untuk meninggalkan Irak. Saya tidak tahu surat apa itu. Kami sedang berusaha mencari tahu dari mana surat itu berasal,” kata dia mengutip BBC, Selasa (7/1/2020).
"Tapi tidak ada keputusan untuk meninggalkan Irak," tegasnya.
Pada Minggu 6 Januari 2020, anggota parlemen Irak mengeluarkan resolusi tidak mengikat yang menyerukan agar pasukan asing pergi setelah pembunuhan komandan pasukan khsusus Iran, Quds Qassem Soleimani. Dia tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di bandara internasional Baghdad atas perintah Presiden AS Donald Trump.
Laporan BBC menyebutkan, surat penarikan pasukan AS dikirim oleh Brigjen William H Seely, kepala satuan tugas militer AS di Irak kepada Abdul Amir, wakil direktur Operasi Gabungan AS-Irak.
Surat itu mengatakan langkah-langkah tertentu, termasuk peningkatan lalu lintas udara untuk memastikan pergerakan keluar pasukan AS dari Irak dilakukan dengan cara yang aman dan efisien.
Kepala Staf Gabungan Mark Milley mengatakan bahwa surat itu adalah sebuah kesalahan. Dia menambahkan surat belum ditandatangani dan seharusnya tidak dirilis.
"[Surat itu] dikirim ke beberapa orang penting militer Irak untuk mendapatkan hal-hal yang terkoordinasi untuk pergerakan udara,” ujarnya.
Ada lebih dari 5.000 tentara AS di Irak, bagian dari Satuan Tugas Gabungan, yakni Operasi Inherent Resolve, yang didirikan pada 2014. Operasi ini dibentuk untuk menangani kelompok Negara Islam atau ISIS yang bermarkas di Suriah dan Irak. Fokus utama gugus tugas tersebut adalah melatih dan melengkapi pasukan Irak.
Presiden Trump mengancam sanksi berat terhadap Irak jika pasukan AS pergi.
"Kami memiliki pangkalan udara yang sangat mahal di sana. Harganya miliaran dolar untuk membangunnya. Kami tidak akan pergi kecuali mereka [Irak] membayar kami untuk itu," katanya kepada wartawan.
(Rahman Asmardika)