Atase Kepolisian di KBRI, Ary Laksamana Widjaja, berulangkali menyerukan kepada seluruh warga dan diaspora Indonesia yang menjadi korban untuk berani melapor kepada pihak berwenang, baik polisi setempat maupun FBI.
“Katakanlah ada yang melapor di New York, Los Angeles, Houston, Chicago, Tennessee dan sebagainya; mungkin satu dua orang dengan kerugian USD5.000 – USD10.000 (Rp71 juta – Rp142 juta) per orang. Tampaknya kecil. Tapi jika yang melaporkan banyak maka akan tampak bahwa secara keseluruhan kasus ini besar dan aparat akan bertindak lebih cepat untuk mencegah lebih banyak korban yang jatuh,” terangnya.
Ary mengatakan ia memahami keengganan warga dan diaspora Indonesia melapor karena sebagian ada yang tidak memiliki dokumen resmi.
“Kita sekarang mendorong mereka untuk melapor dan jangan takut dengan masalah status keimigrasian mereka. Tidak ada kaitan antara permasalahan hukum – pidana maupun perdata – dengan keimigrasian,” terangnya.
Saat ditanya apakah ada jaminan bahwa jika mereka melapor, mereka pada akhirnya tidak dideportasi karena masalah keimigrasian, Ari menegaskan tidak bisa menjanjikan hal itu.
"Saya tidak dapat menjanjikan hal itu, tetapi sudah berulangkali disampaikan oleh para penegak hukum di Amerika – dan juga pihak berwenang beberapa negara bagian yang dikenal sebagai 'sanctuary states' – bahwa mereka tidak akan mencampuradukkan antara masalah hukum pidana/perdata ini dengan status keimigrasian. Lain halnya jika mereka yang menjadi pelaku, jika ditangkap dan diketahui overstay maka akan segera dideportasi. Namun sebagai korban, posisi mereka lain,” terangnya.
Diwawancarai secara terpisah, penasehat hukum KBRI Harun Calehr mengatakan dalam kasus skema ponzi kali ini, kedua perusahaan yang disebut-sebut para korban ini diduga menyalahgunakan wewenang perusahaan dan melanggar UU Penanaman Modalm Amerika. Untuk itu pihaknya telah berkoordinasi dengan US Securities and Exchange Commissions atau Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika – semacam Bappepam di Indonesia.
“Kemarin alhamdulilah sudah ada Zoom meeting antara SEC dan beberapa nasabah sehingga mereka lebih bisa memahami skema pidana penipuan ini bagaimana, juga modus operandinya. Kalau nanti tepat, kita bisa tindaklanjuti,” terangnya