NEW YORK - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (9/9/2021) memperingatkan bahwa pembekuan miliaran dolar aset Afghanistan untuk mencegah dana itu jatuh ke tangan Taliban akan memicu “kemerosotan ekonomi yang parah” di negara itu.
Pembekuan dana itu juga dapat mendorong jutaan lebih banyak warga Afghanistan ke dalam kemiskinan dan kelaparan, demikian diperingatkan PBB.
Utusan khusus PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons, mengatakan perlu ditemukan cara agar uang cepat mengalir ke negara itu "untuk mencegah kehancuran total ekonomi dan tatanan sosial".
Lyons juga mengingatkan bahwa perlu dipastikan dana tersebut tidak disalahgunakan oleh Taliban.
Ia mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa Afghanistan dapat diatur "kembali dari generasi ke generasi."
"Ekonomi harus dibiarkan bernapas selama beberapa bulan lagi, memberi Taliban kesempatan untuk menunjukkan fleksibilitas dan keinginan tulus untuk melakukan hal-hal yang berbeda kali ini, terutama dari perspektif hak asasi manusia, gender, dan kontraterorisme," kata Lyons kepada dewan yang beranggotakan 15 orang itu.
BACA JUGA: Uskup Ini Rela Mengundurkan Diri Demi Cintanya ke Penulis Novel Erotis
Sebagian besar aset bank sentral Afghanistan senilai USD10 miliar (sekitar Rp145 triliun) diparkir di luar negeri. Aset-aset itu dianggap sebagai instrumen kunci bagi Barat untuk menekan Taliban.
Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) mengatakan Washington tidak mengurangi sanksi Taliban atau melonggarkan pembatasan akses kelompok Islamis itu ke sistem keuangan global.
Dana Moneter Internasional juga telah memblokir Taliban dari mengakses sekitar USD440 juta (sekitar Rp6,2 triliun) dana cadangan darurat baru.
"Taliban mencari legitimasi dan dukungan internasional. Pesan kami sederhana: legitimasi dan dukungan apa pun harus diperoleh dengan melakukan pencapaian," kata diplomat senior AS Jeffrey DeLaurentis kepada Dewan Keamanan.