"Orang-orang ini harusnya pergi ke Pakistan. Kalian tinggal di India, cari nafkah di sini tapi merayakan kemenangan tim lawan," katanya kepada BBC.
Parmar tidak menyesal mengadukan Attari. "Ini harus jadi pelajaran baginya. Dia itu guru di sekolah. Pendidikan macam apa yang akan dia berikan kepada anak-anak?,” terangnya.
Komentarnya itu merasuk ke dalam permusuhan mendalam yang dirasakan banyak orang di India dan Pakistan terhadap satu sama lain, sejak kedua negara itu berdiri setelah berakhirnya pemerintahan kolonial Inggris pada tahun 1947.
Hubungan sangat tegang masih terjadi di Kashmir yang dikelola India, menyusul pemberontakan melawan pemerintahan India telah berlangsung sejak akhir 1980-an.
Sekelompok mahasiswa kedokteran di Kashmir juga telah didakwa di bawah undang-undang antiterorisme yang ketat karena diduga membela tim kriket Pakistan.
Dalam sebuah rekaman video yang sudah beredar daring (online), seorang pria yang diduga adalah mantan anggota parlemen dari BJP, Vikram Randhawa, terdengar mengatakan para mahasiswa itu harus "dikuliti hidup-hidup" dan gelar akademik serta kewarganegaraan mereka harus dicabut karena melontarkan slogan-slogan pro-Pakistan di wilayah India.
Randhawa telah didakwa polisi atas ujaran kebencian dan telah ditegur BJP, yang meminta dia minta maaf dalam waktu 48 jam atas perkataannya itu.
Walau BJP menjauhkan diri dari ujaran-ujaran seperti itu, para politikus senior partai itu telah mengecam warga India yang mendukung Pakistan, dan beberapa mengatakan itu harus dianggap sebagai kejahatan.
Mantan pemain kriket yang kini jadi politikus BJP, Gautam Gambhir, mengatakan bahwa siapapun yang merayakan kemenangan Pakistan adalah tindakan "memalukan."
"Yang gembira atas kemenangan Pakistan tidak mungkin orang India! Kami mendukung putra-putra kita," cuitnya di Twitter.