Pada Rabu itu, dari kejauhan ia bisa melihat beberapa pesawat berputar di atas kota dan menjatuhkan bom di dekat gedung teater berada.
Diperkirakan ada sekitar 1.000 orang yang berlindung di dalam gedung teater saat serangan terjadi.
Sejumlah di antaranya berada di area bawah tanah, yang lain berjejalan di koridor dan lantai atas. Orang juga datang dan pergi dari gedung ini.
Sehari setelah serangan, wali kota mengatakan ada 130 orang berhasil diselamatkan. Dikabarkan pula banyak yang selamat. Namun setelah itu tidak ada berita. Kota ini dikepung tentara Rusia dan tak ada yang tahu secara pasti berapa jumlah orang di dalam gedung dan berapa yang selamat.
Di aula tempat Rodionova berlindung terdapat sekitar 30 orang. Ia yakin orang-orang ini tewas. Ia merasa beruntung karena saat bom meledak ia sedang tidak berada di dalam aula tersebut. Hingga sekarang ia juga tak menemukan anjing kesayangannya.
Setelah gedung teater dihantam bom, orang-orang mengungsi meninggalkan kota. Orang-orang panik. Rodionova berupaya menumpang mobil yang beriringan keluar kota, namun tumpangan tak berhasil ia dapatkan.
Tapi bertahan di dalam kota bukan pilihan.
Dengan berjalan kaki ia menuju ke Desa Pishchanka. Di sini ia bertemu dengan seorang perempuan yang menawarinya minuman, makanan dan penginapan.
Keesokan harinya ia berjalan kaki ke Melekyne. Jam malam membuatnya harus berhenti. Sehari kemudian ia berjalan ke Yalta dan kemudian ke Berdyansk.
Ia berat hati meninggalkan Mariupol, yang dalam satu bulan terakhir diserang tentara Rusia dari aneka penjuru: darat, laut dan udara.
Sekitar 100.000 warga terjebak di dalam kota, tanpa listrik, aliran gas, maupun pasok air bersih. Termasuk yang terjebak adalah nenek Rodionova, yang menolak mengungsi.
"Ini apartemen saya. Ini rumah saya. Saya akan meninggal di sini," kata sang nenek, seperti ditirukan Rodionova.
Hingga sekarang Rodionova tak tahu apakah neneknya selamat atau tidak.
(Qur'anul Hidayat)