ADANYA Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta tak terlepas dari pertarungan tiga kekuatan, yaitu Kerajaan Banten, Pajajaran, dan Portugis yang saat itu menginjakkan kaki di Pelabuhan Sunda Kelapa secara bergantian untuk melakukan aktivitas perdagangan.
Sejarawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Johan Wahyudi mengisahkan, agak sulit menemukan catatan pasti kapan aktivitas perdagangan di Pelabuhan Sunda Kelapa dilakukan. Namun, sejarah mencatat aktivitas tersebut mulai hidup pada abad ke-15 di bawah Kerajaan Sunda atau Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan kepercayaan Hindu kala itu.
Letak geografis yang sangat strategis untuk perdagangan menarik para pedagang dari penjuru Nusantara maupun belahan negara lain, seperti Tiongkok, Arab, India, Inggris, dan Portugis untuk datang ke pelabuan.
Mereka membawa beragam barang-barang mulai dari porselen, kopi, sutra, kain wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi kekayaan Tanah Air saat itu.
Berdasarkan penelitian Claude Guillot seorang penulis buku asal Prancis kata Johan, Kerajaan Pakuan Pajajaran yang saat itu menguasai Sunda Kelapa bergeser karena menguatnya ajaran Islam di Banten melalui Sunan Gunung Jati yang saat itu dipimpin putranya yang dikenal sebagai Sultan Hasanuddin.
"Ketika Islam semakin berkembang di pedalaman Sunda terutama di kawasan Banten Girang yang sekarang kawasan Serang itu mulai ada alih kekuasaan dari penguasa Budha (Kerajaan Pajajaran) menjadi muslim. Tokohnya Sultan pertama Banten, Sultan Hasanuddin dia adalah anak Sunan Gunung Jati kerajaan Cirebon," katanya kepada Okezone.
Namun, peralihan itu berlangsung bukan dengan peperangan. Hal itu dikarenakan hubungan baik antara Sultan Hasanuddin dengan anak dari Raja Pajajaran yakni Sri Mangana ata Ki Samadullah sehingga proses islamisasi berjalan mudah.
Kemudian hadirlah Kerajaan Portugis di Pelabuhan Sunda Kelapa yang sudah lebih menginjakkan kaki di Malaka sejak 1511. Malaka merupakan pusat induk perdagangan kala itu. Portugis datang ke Sunda Kelapa untuk melakukan perdagangan dan mendapat izin mendirikan gudang sebagai tempat untuk menghimpun barang dagangannya.
"Portugis diberi izin (mendirikan gudang di Sunda Kelapa-red) oleh Kerajaan Pajajaran, belakangan justru digunakan Pajajaran sebagai rekan dia untuk menahan laju islamisasi Cirebon. Jadi, mereka kolaborasi membendung islamisasi dari Cirebon dan belakangan dari Banten, karena Portugis itu dateng bukan dalam posisi kosong tapi juga bawa senapan baju tempur bahkan ada pendeta, untuk melakukan kristenisasi saat itu itu setiap mereka datang," tutur Johan.