"Takut Membunuh", Tentara AS Dilatih Habis-habisan Usai Perang Dunia II

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Jum'at 21 Oktober 2022 06:10 WIB
Tentara AS. (via BBC)
Share :

Sejarawan militer Inggris, Sir John Keegan, menilai "tujuan utama Marshall dalam tulisannya bukanlah semata untuk dijabarkan dan dianalisa...tapi meyakinkan militer Amerika bahwa mereka berperang dengan cara yang salah".

Ditambahkannya, "Argumen-argumennya efektif, pengalamannya sebagai seorang sejarawan tidak umum, yaitu pesannya tidak hanya diterima saat dia masih hidup, tapi juga diterjemahkan menjadi praktik."

Marshall sendiri mengklaim bahwa penelitiannya ditanggapi secara efektif oleh militer AS sehingga kemudian "rasio penembakan" meningkat.

Dia melanjutkan penelitiannya pada Perang Korea dan melaporkan rasio penembakan bertambah menjadi 55%.

Di Vietnam, rasio penembakan naik lebih tinggi. Sebuah kajian menemukan bahwa 90% tentara AS menembakkan senjata mereka ke pihak lain.

Metodologi

Marshall mengemukakan istilah "wawancara setelah pertempuran".

Caranya, dia mengunjungi pasukan di garis depan—dia mengklaim telah berbincang dengan lebih dari 400 orang—sesaat setelah pertempuran dan berbicara dengan tentara yang terlibat.

Tanpa menyebut identitas, para tentara itu mengemukakan apa yang mereka lakukan dalam pertempuran dan Marshall mencatatnya. Namun, kalangan yang mengritik Marshall mengatakan hanya sedikit buku catatan yang pernah ditemukan.

Kalangan pengritik juga menuding Marshall tidak pernah mewawancarai prajurit yang terluka, atau karena alasannya jelas, mereka yang kemudian tewas.

Dari catatan-catatan itu, Marshall membangun teori, yaitu mayoritas tentara AS yang berperang melawan Jerman dan Jepang terlalu takut menembak musuh.

Mereka tidak takut mati, menurutnya, tapi takut membunuh.

Penuturan Marshall ini kemudian didengar oleh para jenderal di Washington.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya