Kehidupan di kamp memiliki bahayanya sendiri. Kebakaran sering terjadi dan telah menghancurkan ratusan rumah, sementara banjir selama musim hujan sering memusnahkan gubuk-gubuk yang dibangun dengan buruk.
Beberapa pengungsi lainnya merasa putus asa dan banyak yang membayar penyelundup ilegal untuk menyelundupkan mereka keluar dari kamp.
Rahan Uddin mengatakan saudara laki-lakinya yang berusia 17 tahun juga ada di kapal itu, naik dengan harapan mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan cukup uang untuk membantu tagihan medis orang tuanya yang sakit.
“Kami sangat mengkhawatirkan dia dan keselamatannya,” ujarnya.
"Kami tidak tahu apakah dia masih hidup atau tidak,” lanjutnya.
Meski semua negara terikat oleh hukum internasional untuk menyelamatkan orang-orang yang berada dalam kesulitan di laut, namun tindakan cepat tidak selalu datang. Terutama terkait dengan pengungsi Rohingya.
Pada Desember tahun lalu, Indonesia setuju untuk membantu memperbaiki kapal terdampar yang membawa lebih dari 100 pengungsi Rohingya di lepas pantainya, tetapi tidak mengizinkan penumpangnya mencari perlindungan di negara tersebut.