Di sekolah-sekolah negeri setempat, kepala sekolah dan para guru menimbang dan mencatat berat badan murid-muridnya.
"Sebagian besar anak-anak ini berasal dari keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan selama setahun terakhir. Jadi kami memberi makanan untuk mereka, yang sebelumnya mencakup dua butir telur per minggu,” kata kepala sekolah Wazeer Zahir.
“Tetapi karena harga-harga naik lagi, kami harus mengurangi jatah mereka menjadi satu butir telur mengingat kebutuhan protein sangat penting.”
Menurut Zahir, hampir setengah dari anak-anak di sekolahnya kekurangan berat badan atau kurang gizi.
Situasi ekonomi yang sulit selama lebih dari satu tahun juga telah merusak sistem kesehatan, yang semestinya gratis untuk 22 juta penduduk Sri Lanka.
Sri Lanka mengimpor sekitar 85% obat-obatannya sehingga ketika krisis ekonomi melanda dan cadangan mata uang anjlok, terjadi kekurangan obat-obatan esensial yang signifikan.