JAKARTA – Satu setengah tahun berlalu sejak Rusia melancarkan aksi militer, yang oleh Moskow disebut dengan Operasi Militer Khusus (Special Military Operation/SMO) ke Ukraina. Sejak saat itu, tujuan Rusia di Ukraina telah berubah, demikian disampaikan Duta Besar Rusia untuk Indonesia.
Presiden Vladimir Putin menyebutkan tiga tujuan Rusia di Ukraina saat mengumumkan dimulainya invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022, yaitu demiliterisasi Ukraina, denazifikasi Ukraina, dan membebaskan dan melindungi orang-orang berbahasa Rusia di wilayah Donbass. Kremlin mengklaim bahwa penduduk Donbass yang pro Rusia telah mengalami serangan dari militer Ukraina sejak 2014.
Dubes Lyudmila Vorobieva mengatakan bahwa Rusia telah berhasil mencapai sebagian dari tujuan yang diumumkan Vladimir Putin tersebut. Karena itu, ada perubahan dalam tujuan Rusia di Ukraina saat ini.
“Sejauh ini, sampai tingkat tertentu kami sudah mencapai tujuan ini. Kami melindungi orang-orang ini (penduduk Donbass). Seperti Anda ketahui sudah ada referendum di wilayah (Donbass). Dalam arti tertentu tujuan kami telah berubah karena kami melindungi teritori kami sendiri,” kata Dubes Lyudmila berbicara dalam wawancara Special Dialogue Okezone.
Dubes Lyudmila merujuk pada referendum di empat wilayah di Donbass untuk bergabung dengan Rusia yang dikecam secara luas oleh Ukraina dan negara-negara pendukungnya. Kyiv dan sekutu Baratnya menyebut referendum di empat wilayah di Donbass yaitu Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia sebagai pencaplokan ilegal, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa referendum itu merupakan pelanggaran atas Piagam PBB dan hukum internasional.
Terkait dua tujuan lain dari aksi militer tersebut yaitu demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina, Dubes Lyudmila mengatakan bahwa Rusia masih berusaha mencapainya. Namun, dia yakin kedua tujuan itu akan dapat tercapai.
“Untuk demiliterisasi, tujuan akan dapat tercapai jika negara-negara Barat tidak memberikan bantuan (kepada Ukraina). Barat memberikan senjata dan perlengkapan kepada Ukraina, jika tidak Ukraina sudah kalah dan konflik sudah berakhir,” ujarnya.
Dia menyebut Barat menuang “minyak ke dalam api” sehingga konflik terus berjalan. Sementara terkait denazifikasi Dubes Lyudmila mengatakan bahwa hal itu merupakan sebuah proses panjang yang akan berlanjut meski aksi militer telah selesai.
“Kami tidak memiliki keraguan bahwa semua target ini akan dapat dicapai.”
Konflik di Ukraina sampai saat ini masih berlangsung tanpa ada tanda-tanda akan berakhir. Ukraina tengah melancarkan serangan balasan sejak Juni untuk merebut kembali daerah-daerahnya yang dikuasai Rusia sejak aksi militer dilancarkan.
(Rahman Asmardika)