GAZA – Israel telah mengaku bertanggung jawab atas serangan di luar Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza yang menurut para saksi mata menewaskan dan melukai puluhan orang.
Video dari lokasi kejadian menunjukkan banyak orang berlumuran darah dan berserakan di tanah dekat ambulans.
Otoritas kesehatan yang dikelola Hamas mengatakan lima belas orang tewas dan 50 lainnya terluka.
Dalam sebuah pernyataan, Israel mengatakan pihaknya menargetkan ambulans tersebut karena digunakan oleh Hamas.
“Sebuah pesawat IDF menyerang sebuah ambulans yang diidentifikasi oleh pasukan digunakan oleh sel teroris Hamas di dekat posisi mereka di zona pertempuran,” katanya dalam sebuah pernyataan.
“Sejumlah anggota teroris Hamas tewas dalam serangan itu. Kami mempunyai informasi yang menunjukkan bahwa metode operasi Hamas adalah dengan mentransfer anggota teror dan senjata dengan ambulans,” lanjutnya.
Seorang juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan pada Jumat (3/11/2023) pagi bahwa ambulans tersebut sedang dalam konvoi medis dari rumah sakit, melakukan perjalanan ke perbatasan Rafah, dan telah memberi tahu Komite Palang Merah Internasional (ICRC) tentang tindakan tersebut.
ICRC mengonfirmasi bahwa pihaknya mengetahui jadwal pergerakan konvoi kendaraan yang membawa pasien yang terluka dari Gaza utara ke selatan. Namun hal itu bukan bagian dari konvoi tersebut.
“Kami diberitahu oleh Kementerian Kesehatan (Kementerian Kesehatan) tentang rencana konvoi tersebut, namun kami bukan bagian darinya,” kata ICRC dalam sebuah pernyataan kepada CNN.
Sebelumnya pada Jumat (3/11/2023), organisasi tersebut mengatakan telah menerima permintaan dari Kementerian Kesehatan Gaza untuk menemani konvoi tersebut.
“Bahkan jika kami tidak hadir, ini tetap merupakan konvoi medis, dan kekerasan apa pun terhadap personel medis tidak dapat diterima,” ujar ICRC.
"Tidak boleh ada dokter, perawat, atau profesional medis mana pun yang meninggal saat bekerja untuk menyelamatkan nyawa,” lanjutnya.
“Setiap keterlibatan ICRC dalam mengevakuasi warga sipil dari suatu daerah memerlukan persetujuan kedua belah pihak mengenai syarat dan ketentuan yang tepat sehingga hal ini dapat dilakukan dengan aman, dan kemudian dengan persetujuan penuh dari mereka yang dievakuasi,” kata organisasi tersebut dalam pernyataan sebelumnya.
(Susi Susanti)