Imigrasi adalah topik utama kampanye tersebut dan sikap garis kerasnya, termasuk menutup perbatasan dan mendeportasi imigran gelap, tampaknya diterima oleh para pemilih di Belanda.
“Belanda berharap masyarakat bisa mendapatkan kembali negaranya dan kami memastikan tsunami pencari suaka dan imigrasi berkurang,” kata Wilders.
Kate Parker, dari Economist Intelligence Unit, mengatakan hal ini akan menyebabkan "kebuntuan konstitusional" di negara dengan perekonomian terbesar kelima di Uni Eropa tersebut.
BACA JUGA: Politikus Anti-Islam Belanda Diseret ke Pengadilan
Wilders dikenal sebagai "Trump Belanda", sebagian karena gaya rambutnya yang diwarnai ke belakang yang menyerupai sang mantan presiden Amerika Serikat (AS), tetapi juga karena kata-kata kasarnya terhadap imigran dan Muslim.
Dari menyebut orang Maroko sebagai “sampah” hingga mengadakan kompetisi kartun Nabi Muhammad, Wilders telah membangun karier dari misi yang ia rintis sendiri untuk menghentikan “invasi Islam” ke Barat.
Selama kampanye, ia berusaha untuk melunakkan pesannya, dengan mengatakan bahwa ia dapat menyimpan beberapa pandangannya yang lebih keras mengenai Islam “di dalam freezer”.