NEW YORK – Hunter Biden, putra Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, kembali menghadapi dakwaan kedua terkait penggelapan pajak. Dia dituntut sembilan dakwaan yang menuduhnya menghindari setidaknya USD1,4 juta (Rp22 miliar) pajak federal dari 2016 – 2019.
Tiga tindak pidana berat dan enam pelanggaran ringan tersebut antara lain tidak mengajukan dan membayar pajak, memalsukan SPT, dan penghindaran ketetapan pajak.
Menurut surat dakwaan, putra presiden secara individu menerima total pendapatan kotor lebih dari USD7 juta antara 2016 dan 2020, tetapi dengan sengaja gagal membayar pajak 2016, 2017, 2018, dan 2019 tepat waktu, meskipun memiliki akses terhadap dana untuk membayar sebagian atau semua pajak ini.
Surat dakwaan mencatat bahwa ia memperoleh penghasilan "besar", termasuk dari perusahaan yang ia dirikan bersama konglomerat bisnis Tiongkok, perusahaan energi Ukraina, Burisma, dan seorang pengusaha Rumania yang tidak disebutkan namanya.
Ketika pendapatannya meningkat, pengeluarannya untuk gaya hidup boros juga meningkat.
Berikut lini bisnis Hunter Biden dikutip BBC:
Selama dua tahun, dimulai pada akhir musim gugur tahun 2015, Hunter Biden menjalin hubungan bisnis dengan CEFC China Energy, konglomerat energi Tiongkok. Pada 2017, ia dijanjikan USD1 juta yang berasal dari kesepakatan dengan rekanan CEFC, State Energy HK, sebuah bisnis di Hong Kong. Hunter Biden kemudian berbisnis dengan dana ekuitas Tiongkok.
Putra presiden mulai bekerja di perusahaan energi swasta Ukraina, Burisma Holdings Limited pada April 2014, dengan gaji tahunan awal sebesar USD1 juta. Pada Maret 2017, gajinya dikurangi menjadi sekitar USD500.000 per tahun. Dokumen penagihan mencantumkan pembayaran sebesar USD1.002.016 pada 2016, USD630.556 pada 2017, USD491.939 pada 2018, dan USD160.207 pada 2019.
Hunter Biden sebelumnya mengatakan kepada BBC bahwa dia dipekerjakan untuk menjadi anggota dewan perusahaan karena Burisma menganggap namanya "seperti emas".