JAKARTA - Muhyani, tersangka kasus pembunuhan terhadap pencuri kambing di Serang, Banten bisa menghirup udara bebas. Kasusnya resmi dihentikan.
Menurut Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, keputusan Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang menghentikan kasus tersebut merupakan kebijakan yang diambil demi kebermanfaatan hukum.
Dalam perkara tersebut Muhyani melakukan pembelaan diri. Sehingga Kejari memutuskan kasus ini tidak memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.
"JPU akan menggunakan diskresi untuk case closed atau menghentikan penuntutan sehingga kasus tidak lanjut ke proses berikutnya yakni persidangan. Itu juga untuk kemanfaatan hukum," kata orin kepada wartawan, dikutip Selasa (19/12/2023).
Orin menambahkan, dalam konsep dan teori hukum acara pidana, penilaian terhadap alasan penghapusan pidana menjadi wewenang hakim. Hakim akan memutuskan apakah terdakwa bersalah atau tidak, dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum.
Namun, faktanya banyak kasus seperti ini. Biasanya pengentian kasus dihentikan JPU agar agar efektif dan efisien. Kasus yang dialami Muhyani, diakui Orin, bukanlah hal baru. Namun, ini memang merupakan fenomena yang ada dalam ranah hukum di Indonesia.
Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menurut Orin perlu didorong sehingga bisa lebih tegas mengenai kewenangan dan alasan penghentian penuntutan oleh JPU dalam situasi serupa. Misalnya pemeriksaan terhadap terdakwa dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.
"Demi menjamin kepastian hukum tetap diperiksa oleh hakim namun dengan waktu dan sistem yang lebih cepat sehingga sama-sama dapat efektif dan efisien juga menjamin adanya kepastian kemanfaatan dan keadilan hukum," ujar orin.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menemukan fakta bahwa Muhyani melakukan pembelaan terpaksa (noodweer) sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 49 Ayat (1) KUHP.
Dalam pasal tersebut dijelaskan seseorang tidak akan dipidana jika melakukan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri, orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda, ketika dihadapkan pada serangan atau ancaman yang melanggar hukum terhadap diri sendiri, orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda.
(Arief Setyadi )