RAFAH – Israel memperkirakan akan melanjutkan operasi militer skala penuh di Gaza selama enam hingga delapan minggu ke depan. Hal ini seiring dengan persiapan mereka untuk melakukan invasi darat ke kota Rafah di wilayah paling selatan di wilayah tersebut.
Menurut sumber yang mengetahu hal itu, para pemimpin militer percaya bahwa serangan-serangan tersebut dapat secara signifikan merusak kemampuan Hamas yang tersisa pada saat itu. Hal ini akan membuka jalan bagi peralihan ke fase serangan udara yang ditargetkan dan operasi pasukan khusus dengan intensitas lebih rendah.
Avi Melamed, mantan pejabat intelijen Israel dan negosiator dalam intifada atau pemberontakan Palestina pertama dan kedua, pada 1980an dan 2000an, mengatakan kecil kemungkinan pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu akan mengindahkan kritik internasional untuk membatalkan serangan darat di Rafah.
“Rafah adalah benteng terakhir kendali Hamas dan masih ada batalyon di Rafah yang harus dibongkar Israel untuk mencapai tujuannya dalam perang ini,” tambahnya.
Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengatakan pada Jumat (16/2/20224) bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) merencanakan operasi di Rafah yang menargetkan pejuang Hamas, pusat komando dan terowongan, meskipun tidak memberikan batas waktu untuk operasi tersebut. Dia menekankan bahwa “tindakan luar biasa” diambil untuk menghindari korban sipil.
“Ada 24 batalion regional di Gaza – kami telah membubarkan 18 di antaranya,” katanya dalam jumpa pers.
“Sekarang, Rafah adalah pusat gravitasi Hamas berikutnya,” lanjutnya.
Pada Minggu (18/2/2024), seorang anggota kabinet perang Israel mengatakan Israel akan menyerang Rafah pada awal Ramadhan jika Hamas tidak mengembalikan sandera yang tersisa pada saat itu.