Di tengah upaya Hamas menyerang Israel, Erdogan mendesak kedua belah pihak untuk tetap tenang. Sayangnya sebagai akibat dari insentifnya respon militer Israel, ia menggambarkan Hamas sebagai pejuang kemerdekaan. Berbeda dengan Israel yang dijuluki sebagai genosida.
Di sisi lain, hubungan antara Turki dan Israel telah terjalin sejak lama, meskipun mengalami kesulitan pada 2010. Pada tahun itu, terjadi insiden di mana Israel membunuh sembilan warga Turki yang berada di kapal Freedom Flotilla yang berusaha mengirimkan bantuan ke Gaza yang terblokir.
Menurut Aljazeera, meskipun hubungan antara keduanya membaik pada 2016, namun kembali memburuk pada 2018. Pada tahun tersebut, Israel mengesahkan undang-undang yang menyatakan dirinya sebagai "negara bangsa bagi orang-orang Yahudi", yang mendapat kecaman dari Erdogan.
Selanjutnya, Amerika Serikat (AS) memindahkan kedutaannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem dan Israel membunuh banyak pengunjuk rasa dalam Great March of Return di Gaza. Hal ini menyebabkan Erdogan mendapatkan dukungan yang besar dari warga Palestina.
Erdogan dianggap penting di Gaza, Tepi Barat, dan sebagian besar negara Arab karena sering menggunakan retorika keras untuk menyerang kebijakan Israel terhadap Palestina. Meskipun demikian, Turki mulai memulai upaya pemulihan hubungan regional dengan negara-negara seperti Mesir, Arab Saudi, UEA, dan Israel pada tahun 2022 lalu.
Diketahui pada 30 November 2012, Turki memberikan sambutan positif terhadap pemungutan suara PBB, yang memberikan Palestina status negara non-anggota PBB. Mereka menyatakan bahwa langkah ini diharapkan dapat mendukung proses perdamaian antara Israel dan Palestina yang hampir terhenti.
(Susi Susanti)