Di Balik Kontroversi Boikot Restoran McDonalds Akibat Perang Gaza

Susi Susanti, Jurnalis
Senin 08 April 2024 14:04 WIB
Di balik kontroversi boikot restoran McDonalds akibat perang Gaza (Foto: EPA)
Share :

GAZA - Keputusan mendadak restoran cepat saji McDonald's untuk mengambil alih kepemilikan cabangnya di Israel telah membuat perusahaan waralaba Alonyal dan CEO-nya Omri Padan menjadi sorotan.

McDonald's akan membeli kembali semua restorannya di Israel setelah penjualan global merosot akibat boikot terhadap merek tersebut karena dianggap mendukung Israel dalam perang melawan Hamas di Gaza.

Raksasa makanan cepat saji ini menggunakan sistem waralaba yang berarti masing-masing operator memiliki izin untuk menjalankan gerai dan mempekerjakan staf. Namun perusahaan yang lebih luas mendapat kritik setelah Padan menawarkan makanan gratis kepada pasukan Israel sekitar awal perang Israel-Gaza pada 7 Oktober.

Boikot dipicu setelah negara-negara mayoritas Muslim seperti Kuwait, Malaysia dan Pakistan mengeluarkan pernyataan menjauhkan diri dari perusahaan tersebut karena apa yang mereka lihat sebagai dukungan terhadap Israel.

Namun, Padan bukanlah orang baru dalam kontroversi terkait konflik Israel-Palestina. Selama 30 tahun pengusaha tersebut mengoperasikan restoran McDonald's di Israel, dia telah menjadi pusat sejumlah perselisihan.

Pada 2013, pengusaha Israel membuat marah gerakan pemukim Israel ketika dia menolak seruan untuk membuka cabang jaringan makanan cepat saji tersebut di pemukiman Ariel di Tepi Barat yang diduduki. Perusahaan Pak Padan, Alonyal, diminta untuk mendirikan sebuah restoran di pusat perbelanjaan namun menolak, dengan mengatakan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kebijakan untuk tidak memasuki wilayah pendudukan.

Saat itu, perusahaan tersebut mengatakan keputusan tersebut belum dikoordinasikan dengan kantor pusat McDonald's di AS.

Israel telah membangun sekitar 160 pemukiman yang menampung sekitar 700.000 orang Yahudi sejak menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur, tanah yang diinginkan Palestina sebagai bagian dari negara masa depan dalam perang Timur Tengah pada 1967.

Mayoritas komunitas internasional menganggap pemukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya