RAFAH - Meningkatnya peringatan Israel mengenai invasi Rafah, Gaza, tempat perlindungan terakhir bagi sekitar satu juta warga sipil yang melarikan diri dari pasukan Israel jauh ke utara pada awal perang, telah mendorong beberapa keluarga untuk pergi ke wilayah pesisir al-Mawasi atau mencoba menuju ke titik-titik yang lebih jauh ke utara.
Namun banyak yang bingung ke mana mereka harus pergi, dan mengatakan bahwa pengalaman mereka selama 200 hari perang telah mengajarkan mereka bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman.
Mohammad Nasser, 34, ayah tiga anak, mengatakan dia telah meninggalkan Rafah dua minggu lalu dan sekarang tinggal di tempat penampungan di Deir Al-Balah di Gaza tengah untuk menghindari serangan Israel dan tidak dapat melarikan diri.
“Kami lolos dari satu jebakan ke jebakan lainnya, mencari tempat-tempat yang dianggap aman oleh Israel sebelum mereka mengebom kami di sana. Ini seperti permainan tikus dan jebakan,” katanya kepada Reuters melalui aplikasi obrolan.
“Kami mencoba beradaptasi dengan kenyataan baru, berharap keadaan akan menjadi lebih baik, tapi saya ragu hal itu akan terjadi,” lanjutnya.
Shaina Low, juru bicara Dewan Pengungsi Norwegia mengatakan tampaknya jumlah pengungsi di Rafah, yang berbatasan dengan Mesir, lebih sedikit. Dia mengatakan tim di lapangan mengatakan masyarakat memperkirakan akan terjadi invasi setelah hari raya Paskah Yahudi berakhir pada 30 April mendatang.
Seorang pejabat senior pertahanan Israel mengatakan pada hari Rabu bahwa Israel siap untuk mengevakuasi warga sipil sebelum serangannya terhadap Rafah dan telah membeli 40.000 tenda yang masing-masing dapat menampung 10 hingga 12 orang.
Citra satelit Mawasi antara Rafah, Khan Younis dan laut, sebuah area pantai berpasir dan ladang yang hanya membentang sekitar 5 kali 3 km (tiga kali dua mil), menunjukkan pemukiman kamp yang signifikan didirikan selama dua minggu terakhir.
Di utara, pasukan Israel terus menggempur Beit Lahiya, Beit Hanoun, Jabalia dan Zeitoun, dan beberapa warga mengatakan militan Hamas dan Jihad Islam memerangi pasukan darat Israel dengan roket anti-tank, bom mortir, dan tembakan penembak jitu.
Perusahaan Telekomunikasi Palestina mengatakan layanan internet kembali terputus di Gaza tengah dan selatan pada Kamis (25/4/2024), menyalahkan operasi militer Israel atas hal ini.
Pemadaman listrik seperti ini telah menambah hambatan dalam upaya memberikan bantuan darurat kepada warga sipil yang terkena dampak bencana.
(Susi Susanti)