RAFAH – Kepala organisasi pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Philippe Lazzarini telah memperingatkan bahwa serangan Israel ke Rafah akan menyebabkan orang-orang di Rafah hidup dalam kondisi gangguan stres traumatis yang terus-menerus.
“Warga belum diminta untuk mengungsi dari Rafah, namun ada perasaan bahwa jika tidak ada kesepakatan minggu ini, hal itu bisa terjadi,” terangnya kepada wartawan, dikutip BBC.
"Rekan-rekan saya di lapangan menggambarkan keadaan trauma yang terus-menerus terjadi di masyarakat,” lanjutnya.
Seperti diketahui, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Israel akan melancarkan invasi ke kota Rafah di Gaza selatan terlepas dari pembicaraan gencatan senjata dengan Hamas.
Netanyahu bersikeras bahwa perang akan terus berlanjut sampai Israel mencapai semua tujuannya di Rafah.
“Gagasan bahwa kita akan menghentikan perang sebelum mencapai semua tujuannya adalah mustahil,” katanya, dikutip BBC.
“Kami akan memasuki Rafah dan kami akan menghilangkan batalion Hamas di sana dengan atau tanpa kesepakatan, untuk mencapai kemenangan total,” tulis sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Netanyahu.
Hal ini terjadi di tengah upaya yang sedang berlangsung untuk mencoba mencapai kesepakatan mengenai gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Namun pada pertemuan keluarga sandera, Netanyahu mengatakan dia akan menyerang dengan atau tanpa kesepakatan.
Pada Selasa (30/4/2024), Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan serangan terhadap Rafah akan menjadi eskalasi yang tak tertahankan. Dia menyerukan semua pihak yang memiliki pengaruh terhadap Israel untuk melakukan segala daya mereka untuk mencegahnya.
Lebih dari separuh penduduk Gaza yang berjumlah 2,5 juta jiwa berada di Rafah, mengungsi ke sana untuk menghindari pertempuran di bagian lain wilayah tersebut. Kondisi di kota yang padat penduduk ini sangat buruk, dan para pengungsi di sana mengeluhkan kekurangan makanan, air, dan obat-obatan.
(Susi Susanti)