GAZA - Amerika Serikat (AS) mendesak Israel bahwa mereka harus sepenuhnya transparan atas serangan udara yang dilaporkan menewaskan sedikitnya 35 orang di sebuah sekolah di Gaza tengah yang dipenuhi pengungsi pada Kamis (6/6/2024) pagi.
Wartawan lokal mengatakan kepada BBC bahwa sebuah pesawat perang menembakkan dua rudal ke ruang kelas di lantai atas sekolah di kamp pengungsi perkotaan Nuseirat.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan Israel harus secara terbuka mengidentifikasi para pejuang Hamas yang mereka klaim telah dibunuh. Israel sering kali mengidentifikasi militan yang mereka targetkan dalam serangan udara, namun jarang sekali AS yang mendesak mereka untuk melakukan hal tersebut.
“Pemerintah Israel telah mengatakan bahwa mereka akan merilis lebih banyak informasi mengenai serangan ini, termasuk nama-nama mereka yang tewas dalam serangan tersebut,” terangnya.
“Kami berharap mereka sepenuhnya transparan dalam mempublikasikan informasi tersebut,” lanjutnya.
Serangan itu terjadi hanya seminggu setelah 45 orang tewas dalam serangan Israel di kota Rafah, Gaza.
Wartawan lokal dan warga mengatakan serangan itu terjadi pada Kamis (6/6/2024) dini hari di sekolah al-Sardi, yang berada di wilayah tenggara kamp berpenduduk padat dan berusia puluhan tahun, tempat badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pengungsi Palestina, Unrwa.
Video yang dibagikan di media sosial menunjukkan hancurnya beberapa ruang kelas di salah satu gedung sekolah, serta jenazah yang dibungkus kain kafan dan selimut putih.
Orang-orang yang tewas dan terluka dilarikan ke Rumah Sakit Martir al-Aqsa, di kota terdekat Deir al-Balah, yang kewalahan sejak militer Israel memulai operasi darat baru melawan Hamas di Gaza tengah minggu ini.
BBC sedang berupaya memverifikasi rincian serangan di kamp Nuseirat. Laporan mengenai jumlah pasti korban tewas bervariasi.
Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan 40 orang tewas, termasuk 14 anak-anak dan sembilan wanita, dan 74 lainnya terluka.
Saksi mata menggambarkan suasana kehancuran setelah serangan tersebut.
“Saya sedang tertidur saat kejadian itu terjadi. Tiba-tiba, kami mendengar ledakan keras dan pecahan kaca serta puing-puing bangunan menimpa kami,” terang Udai Abu Elias, seorang pria yang tinggal di sekolah tersebut, kepada BBC Arab.
“Asap memenuhi udara dan saya tidak dapat melihat apa pun. Saya tidak berharap bisa keluar hidup-hidup. Saya mendengar seseorang memanggil orang-orang yang selamat untuk keluar dari bawah reruntuhan. Saya kesulitan melihat ketika saya tersandung pada mayat para martir,” lanjutnya.
(Susi Susanti)