JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyoroti isu gempa Megathrust di Indonesia yang disebutkan hanya tinggal menunggu waktu saja untuk terjadi. BNPB berharap masyarakat tidak hanya diberikan informasi tentang potensi ancaman gempa tersebut, namun yang terpenting adalah cara menghadapinya.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menyayangkan, saat ini banyak pemberitaan yang justru sangat masif memberitakan terkait potensi ancamannya, bukan dari sisi antisipasi yang harus dilakukan oleh masyarakat. Padahal, kata Abdul, isu gempa Megathrust di Indonesia ini sudah muncul sejak tahun 2011.
"Di 2011 ada salah satu staf khusus presiden yang saat itu menyatakan akan ada gempa besar di Jakarta. Dan kemudian ini menjadi heboh, tapi kemudian ditepis oleh BMKG. Sangat masif pemberitaanya di media," ucap Abdul dalam acara Disaster Briefing: Operasi Modifikasi Cuaca di Kalimantan Timur dan Megathrust di Indonesia melalui YouTube BNPB Indonesia, Senin (19/8/2024).
"Ini kemudian terjadi lagi di tahun 2018. Jadi kalau misalkan 2011 itu BMKG menyanggah bahwa tidak akan gempa di Jakarta, 2018 memperingatkan gempa bumi megathrust 8,7 ancam Jakarta itu kemudian bergulir lagi. Dan akhirnya setelah menjadi polemik, akhirnya diklarifikasi," tambahnya.
Abdul menyebut, dari masifnya pemberitaan tersebut, justru yang ditangkap oleh masyarakat terkait dengan ancaman bencana itu sendiri. Sehingga hal itu membuat kepanikan dan kegaduhan.
"Karena kalau kita fokus pada ancamannya, orang kalau diancam pasti panik kalau enggak tahu apa yang harus dilakukan. Dan biasanya informasi informasi seperti ini fokus pada ancamannya, akhirnya membuat kegaduhan dan kepanikan," katanya.
Abdul memandang, yang lebih penting dari potensi peringatan bencana adalah bagaimana memberikan solusi ataupun langkah mitigasi kepada masyarakat.
"Potensi bencana itu penting untuk disampaikan tetapi yang lebih pentingnya itu bagaimana solusi kepada masyarakat dan apa yang harus dilakukan setelah itu," ungkapnya.