Saat ini, berdasarkan data intelijen dari Kemenko Politik dan Keamanan, jumlah masyarakat yang bermain Judol sepanjang 2024, mencapai 8,8 juta orang. Sebanyak 80% di antaranya masyarakat menengah ke bawah.
"Jadi judol merusak kehidupan masyarakat, baik sosial ekonomi, kesehatan dan mental. Di sisi lain, ada yang menikmati Judol dari sistem transaksi yang melibatkan lembaga pembayaran seperti bank, dan e-wallet," pungkasnya.
Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri menambahkan, judi online sebagai fenomena global yang berkembang pesat di era digital, menjadi masalah yang mendesak diselesaikan pemerintah.
Deni menyebut, saat ini, koneksi pembayaran melalui Application Programming Interface (API) dari perbankan atau e-wallet ke penyedia sistem pembayaran (PJP), sangatlah mudah.