3 Skenario Masa Depan Suriah, Pemerintah Otoriter atau Bersatu?

Erha Aprili Ramadhoni, Jurnalis
Sabtu 14 Desember 2024 13:20 WIB
3 skenario masa depan Suriah
Share :

3. Perang saudara

Skenario terburuk adalah Suriah terjerumus ke dalam kekacauan, mirip seperti Arab Spring pada 2011 silam.

Muammar Gaddafi dari Libya dan Saddam Hussein dari Irak disingkirkan dari tampuk kekuasaan tanpa pengganti yang siap. Ketika kekacauan terjadi, negara-negara lain melakukan intervensi yang malah berkontribusi pada rentetan bencana.

Para kritikus mengatakan kevakuman yang ditinggalkan oleh para penguasa otoriter itu diisi oleh gelombang penjarahan, balas dendam, perebutan kekuasaan, dan perang saudara.

Dalam skenario ini, persaingan antarkelompok bersenjata untuk mendapatkan kekuasaan di Suriah dapat menyebabkan kekerasan meluas. Ini tidak hanya akan mengganggu stabilitas Suriah, tetapi juga seluruh wilayah Timur Tengah.

Koresponden Khusus BBC Arabic, Feras Kilani, melaporkan dari lapangan bahwa pidato pertama Mohammed al-Bashir sebagai perdana menteri telah membuat banyak orang khawatir dan mengisyaratkan kemungkinan arah pemerintahan baru.

"Perdana menteri baru itu berpidato dengan dua bendera di belakangnya—'bendera revolusi' dan bendera yang menyerupai bendera Taliban. Hal ini mengejutkan banyak orang karena menunjukkan bahwa pemerintahan baru mungkin akan mengikuti model Taliban, menciptakan negara Islam yang diatur oleh hukum syariat," katanya.

"Ini menimbulkan tantangan baru dan pertanyaan baru tentang masa depan kaum minoritas serta kelompok sipil di negara ini," tuturnya.

Keseimbangan antara kekuatan-kekuatan asing

Ketiga skenario itu juga akan bergantung pada tindakan kekuatan-kekuatan asing.

Selama beberapa dekade, Assad mengandalkan dukungan dari Iran dan Rusia. Sementara itu, Turki, negara-negara Barat, dan negara-negara Teluk mendukung berbagai kelompok oposisi.

Selama beberapa hari terakhir, Israel telah menargetkan infrastruktur militer Suriah dan mengakui pasukannya beroperasi di luar zona penyangga demiliterisasi antara Suriah dan Dataran Tinggi Golan.

Israel mengatakan telah melakukan ratusan serangan udara di Suriah sejak Assad meninggalkan negara itu. Aksi tersebut menghancurkan "sebagian besar persediaan senjata strategis Suriah."

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga memperingatkan pasukan pemberontak Suriah agar tidak membiarkan Iran "membangun kembali" di Suriah.

Rangkaian aksi Israel tersebut membuat Turki dan negara-negara Timur Tengah lainnya menuduh Israel mengeksploitasi kejatuhan Assad.

Christopher Phillips memperingatkan bahwa tindakan Israel dapat "melemahkan pemerintah sementara atau membuat kelompok garis keras semakin berani" yang ujungnya membuat Suriah tidak stabil.

Baik Phillips maupun Daher setuju bahwa sanksi internasional terhadap Suriah harus dicabut untuk mendukung pemulihan ekonomi. Adapun negara-negara lain harus memfasilitasi bantuan kemanusiaan ke Suriah.

"Sekarang rezim Assad sudah lengser, sanksi harus dicabut. Saya pikir sangat penting bagi Uni Eropa dan AS untuk mempertahankan, dan bahkan mungkin meningkatkan, bantuan pemulihan ekonomi dan bantuan kemanusiaan," kata Daher.

Phillips menambahkan bahwa, sebagai imbalan atas keringanan sanksi, AS dan UE dapat mencari "konsesi, seperti konstitusi baru atau reformasi demokratis".
 

(Erha Aprili Ramadhoni)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya