Polisi tidak boleh melakukan perbuatan-perbuatan intimidasi kepada siapapun untuk mengejar pengakuan. Ini jelas diatur dalam Perkap Pasal 10 ayat 2 huruf e Perkap No. 7/2022 intinya menyatakan Polisi dilarang melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa, intimidasi dan atau kekerasan untuk mendapatkan pengakuan.
“Dinyatakan juga dalam Pasal 13 ayat 1 huruf a Perkap 8 tahun 2009 tentang Implementasi HAM bahwa Polisi dilarang melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan,” imbuhnya.
Bila perbuatan oknum polisi sebagaimana diberitakan ini benar adanya. Maka ini jelas sangat merugikan dan mencoreng nama baik Polri. “Hemat saya, Polri harus segera memproses oknum yang bersangkutan dan diberikan sanksi,” katanya.
Hal ini guna membuktikan komitmen Polri kepada masyarakat, bahwa Polri tidak akan mentolerir sikap-sikap atau perbuatan anggotanya yang tidak profesional dan yang bertindak sewenangwenang kepada masyarakat.
Polri secara institusi harus meminta maaf kepada korban salah tangkap tersebut untuk memulihkan nama baik korban.
Bila perlu, Polri harus mengambil langkah-langkah pemulihan lainnya baik dari pemulihan traumanya ataupun ganti kerugian secara materi kepada korban.
(Awaludin)