Menurutnya, walaupun tarif tersebut dapat berdampak, namun kekhawatiran yang beredar dianggap terlalu berlebihan. "Perdagangan yang dilakukan oleh Indonesia tidak hanya dengan Amerika Serikat, melainkan juga dengan banyak negara-negara lain di semua benua. Di mana, secara umum produk Indonesia cukup mendominasi dengan surplus neraca perdagangan yang dicetak total sebanyak USD31,04 miliar di bulan Desember 2024 lalu. Di mana, di bulan tersebut Indonesia juga mencapai surplus neraca perdagangan selama 56 bulan secara berturut-turut," katanya.
Indonesia, menurut Jerry, telah merampungkan sekitar 37 perjanjian dagang global yang meliputi lima benua, termasuk di antaranya kerja sama regional ASEAN melalui Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). "Banyak sektor kerja sama perdagangan telah meningkat, salah satunya di ekonomi digital Indonesia yang mencapai 82 miliar USD sekitar 40% Ekonomi Digital ASEAN di tahun 2024," kata Mantan Wakil Menteri Perdagangan periode 2019–2024 itu.
Jerry menyoroti peran strategis sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional. UMKM menyumbang sekitar 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap hingga 97% tenaga kerja nasional.
"Dari sisi ekspor, sektor UMKM tidak menjadi masalah karena memang belum banyak produk UMKM yang dikirim ke luar negeri, tidak mencapai 5% secara total keseluruhan. Oleh karena itu, kenaikan tarif yang dikenakan oleh Trump juga tidak memiliki banyak pengaruh kepda sektor UMKM," tuturnya.
Secara keseluruhan, Jerry optimistis Indonesia mampu mengantisipasi tantangan tarif dari Amerika Serikat, sembari terus memperluas jaringan perdagangan dengan mitra strategis di kawasan Asia maupun pasar non-tradisional seperti Timur Tengah dan Afrika. "Serta sekaligus membuka eksplorasi kerja sama perdagangan di pasar non tradisional, salah satunya di kawasan Timur Tengah dan Afrika," pungkasnya.
(Arief Setyadi )