JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2024, yang pisahkan pemilu nasional dan daerah tak bisa langsung dilaksanakan. Bahkan, ia menganggap putusan itu telah inkonsistensi.
Khozin menjelaskan, MK pernah menawarkan enam opsi keserentakan pemilu pada pembuat UU baik Pemerintah maupun DPR RI. Hal itu dilandasi putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019.
"Kemudian ketika disandingkan dengan putusan Nomor 135 beberapa hari lalu yang dikeluarkan, itu kemudian enam opsi itu menjadi hilang dan terkunci jadi satu opsi. Itu inkonsistensi," ujar Khozin dalam diskusi "Proyeksi Desain Pemilu Pasca Putusan MK," di Ruang Rapat BAKN, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).
Di sisi lain, Khozin juga menyinggung pertimbangan putusan MK nomor 55. Dalam pertimbangan itu, kata dia, MK tak memiliki kewenangan untuk merumuskan atau menentukan model desain keserentakan pemilu.
"Tapi kalau kita baca di putusan Nomor 135, itu sudah ditentukan. Artinya dari kacamata sederhana saja ini sudah wujud daripada inkonsistensi dalam pengambilan satu keputusan," ujar Khozin.
Sementara dari sisi implementasi, Khozin menegaskan, putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah tak bisa langsung dilaksanakan. Pasalnya, kata dia, putusan MK bertentangan dengan konstitusi.
"Putusan ini tidak secara otomatis bisa dilaksanakan, dalam hal ini oleh pemerintah karena berimplikasi terhadap beberapa norma, terutama yang sering kita pahami di dalam Pasal 22E Ayat (1) maupun Ayat (2) dan Pasal 18 Ayat (3), dan itu sudah jelas disana tertulis bahwa pelaksanaan pemilu itu dilaksanakan 5 tahun sekali," ujar Khozin.
"Terus kita mau tafsiri seperti apa lagi? Kalau ini kemudian dilaksanakan, jangan sampai kemudian perintah konstitusional kemudian dilaksanakan dengan cara menabrak konstitusi. Ini kan nggak akan berujung nanti. Tidak ada ruang kepastian hukum di sini," pungkasnya.
Diketahui, MK telah memutuskan untuk memisah pelaksanaan pemilu nasional dan lokal. MK memutuskan agar pemilihan nasional baik DPR, DPD dan Presiden-Wakil Presiden digelar secara berbarengan.
Sementara pemilihan derah baik DPRD digabung dengan pemilihan kepala daerah (pilkada). Adapun pelaksanaan pemilihan daerah ini digelar pasca 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan pilpres.
Putusan itu ditetapkan dalam sidang putusan nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.
(Awaludin)