Para pemimpin Palestina menginginkan ketiga wilayah tersebut sebagai negara masa depan. Sekitar 3 juta warga Palestina dan lebih dari 500.000 pemukim Israel saat ini tinggal di Tepi Barat.
Aneksasi Tepi Barat dapat membuat mustahil terciptanya negara Palestina yang layak, yang secara internasional dipandang sebagai cara paling realistis untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Tahun lalu, parlemen Israel menyetujui mosi simbolis serupa yang menyatakan penolakan terhadap pembentukan negara Palestina.
Hussein al-Sheikh, Wakil Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, mengatakan mosi tersebut merupakan "serangan langsung terhadap hak-hak rakyat Palestina", yang "merusak prospek perdamaian, stabilitas, dan solusi dua negara".
"Tindakan sepihak Israel ini secara terang-terangan melanggar hukum internasional dan konsensus internasional yang sedang berlangsung mengenai status wilayah Palestina, termasuk Tepi Barat," tulisnya dalam sebuah unggahan di X.
Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka dengan tegas menolak setiap mosi aneksasi.
Kementerian menekankan bahwa "tindakan kolonial" tersebut memperkuat sistem apartheid di Tepi Barat dan mencerminkan "pengabaian terang-terangan" terhadap banyak resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pendapat penasihat Mahkamah Internasional (ICJ), yang dikeluarkan pada Juli 2024.
Pernyataan tersebut, yang disiarkan oleh kantor berita resmi Palestina, Wafa, juga memperingatkan bahwa tindakan tersebut sengaja merusak prospek penerapan solusi dua negara.