JAKARTA – Pro kontra terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terus bergulir di masyarakat, termasuk kalangan pedagang kecil di Jakarta. Saat ini, Panitia Khusus (Pansus) Perda KTR DPRD DKI Jakarta tengah melakukan finalisasi pasal-pasal yang mengatur kawasan tanpa rokok.
Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus (Stafsus) Bidang Komunikasi Publik dan Sosial, Chico Hakim, mengingatkan jika Raperda KTR terlalu kaku dan tidak mempertimbangkan realitas sosial dan ekonomi, hal tersebut dapat berdampak buruk bagi masyarakat luas.
"Jika rancangan KTR terlalu kaku dan tidak mempertimbangkan realitas sosial, risiko terbesar adalah masyarakat kecil yang terdampak langsung—pedagang asongan, UMKM, hingga pekerja di sektor informal," kata Chico, Selasa (30/9/2025).
Chico menyatakan, meskipun semangat menjaga kesehatan publik sangat baik, implementasi kebijakan tersebut harus proporsional.
"Jangan sampai regulasi justru memperlebar jurang ketidakadilan. Oleh karena itu, perlu disiapkan roadmap transisi, misalnya penegakan bertahap, pemberian alternatif ruang merokok yang sesuai standar, edukasi publik, hingga mitigasi dampak ekonomi bagi UMKM dan pekerja," ucapnya.
Chico menambahkan, penegakan KTR tetap harus berpihak pada kesehatan masyarakat tanpa menimbulkan gejolak sosial yang kontraproduktif.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung meminta agar ruang merokok tertutup disediakan di setiap fasilitas publik di Ibukota. Raperda KTR di Jakarta masih dalam pembahasan antara DPRD DKI Jakarta dan Pemprov DKI.
"Jadi intinya, semua fasilitas yang memperbolehkan atau mengadakan acara harus menyiapkan tempat untuk merokok secara tertutup, supaya tidak mengganggu yang lainnya," kata Pramono saat ditemui di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, pada Senin 29 September 2025.
Pramono menekankan dalam implementasi Perda KTR, perlu diperhatikan agar pelaku UMKM di Jakarta tidak terganggu. Ia mencontohkan, tempat karaoke harus menyiapkan ruang merokok, begitu juga dengan tempat lainnya.
"Raperda tanpa rokok itu yang paling penting tidak boleh mengganggu UMKM. Seperti yang saya sampaikan berulang kali, yang diatur itu di tempat, misalnya lah, kalau ada tempat karaoke ya di karaokenya yang enggak boleh, tetapi orang berjualan di sana ya enggak boleh dilarang. Dan yang paling penting, pemilik karaoke harus menyiapkan tempat untuk merokok," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kecil Seluruh Indonesia (APKLI), Ali Mahsun, menyampaikan penolakan terhadap aturan dalam Raperda KTR yang melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta memperluas kawasan tanpa rokok hingga mencakup pasar tradisional dan pasar modern. Selain itu, larangan penjualan rokok secara eceran dan kewajiban izin khusus untuk penjualan rokok juga menuai protes.
Ali meminta agar pasal-pasal yang melarang ini dibatalkan karena sangat krusial bagi keberlangsungan mata pencaharian pedagang kecil. Ia menilai bahwa pendapatan 1,1 juta pedagang kecil terancam.
"Kami menyayangkan ketidakberpihakan wakil rakyat terhadap usaha ekonomi rakyat kecil. Ada 1,1 juta pedagang kecil, warung kelontong, asongan, PKL, dan UMKM lainnya yang terdampak dengan larangan-larangan ini. Peraturan ini jelas berpengaruh terhadap pendapatan rakyat kecil yang selama ini jadi tulang punggung perekonomian lokal," ujar Ali di Jakarta, Senin 29 September 2025.
(Arief Setyadi )