Karena itu, Anggota Komisi IX DPR itu mendesak pemerintah memperkuat koordinasi lintas lembaga guna mencegah terulangnya praktik serupa di kemudian hari.
“Kita tidak boleh hanya reaktif setiap ada penangkapan atau pemulangan. Harus ada sistem deteksi dini dan kerja sama diplomatik yang kuat untuk memutus rantai perekrutan ilegal di dalam negeri,” tegasnya.
Arzeti juga mendorong aparat penegak hukum di Indonesia menindak para perekrut yang mengirim pekerja migran tanpa izin resmi ke luar negeri.
“Mereka bukan hanya pelanggar administrasi, tetapi bagian dari kejahatan lintas negara yang merugikan martabat dan keselamatan warga negara,” tandasnya.
Selain itu, Arzeti meminta Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan HAM (Imigrasi), Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) meningkatkan pengawasan terhadap pola perjalanan mencurigakan ke negara-negara berisiko tinggi seperti Kamboja, Myanmar, dan Laos, yang dikenal sebagai lokasi aktivitas penipuan daring dan kerja paksa.
“Lonjakan penerbangan ke negara-negara non-tujuan wisata populer harus menjadi sinyal merah bagi otoritas. Pemerintah tidak boleh membiarkan warga kita berangkat tanpa perlindungan dan pengecekan yang memadai,” imbuhnya.