Ketiga, lanjut Anis, mekanisme praperadilan saat ini hanya memeriksa aspek formil atau administrasi, bukan aspek materiil. Padahal, kata dia, aspek materiil adalah yang paling banyak disorot dalam penegakan hukum.
“Mekanisme praperadilan yang diatur dalam KUHAP belum mencerminkan keresahan publik bahwa mekanisme ini belum mampu secara efektif mengatasi kelemahan penegakan hukum,” kata Anis.
“Misalnya ketika terjadi intimidasi, kekerasan, dan penyiksaan dalam pemeriksaan atau upaya paksa, hal itu tidak menjadi pertimbangan hakim praperadilan. Mekanisme praperadilan tidak mampu mengontrol kualitas penegakan hukum,” tambahnya.
Keempat, perubahan ketentuan alat bukti dalam KUHAP terdiri atas Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Keterangan Terdakwa, Barang Bukti, Bukti Elektronik, hingga Segala Sesuatu yang Diperoleh secara Legal. Namun, ia menilai frasa “segala sesuatu” bermakna luas dan multitafsir.
“Berisiko menimbulkan penyalahgunaan bukti ilegal, misalnya hasil penyadapan tidak sah. Perlu penegasan sanksi untuk bukti dari penyiksaan atau penyadapan ilegal,” katanya.